Syech Dr Yusri Rushdi. (ilustrasi/aktual.com)
Syech Dr Yusri Rushdi. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Dalam khotbah Syech Dr Yusri Rushdi hari Jumat, 12 Agustus 20016/9 Dzulqadah 1437, di Masjid Muqotom Kairo Mesir mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya semua amal ibadah tidak boleh melampaui batas, akan tetapi harus berdasarkan ilmu dan diniatkan karena Allah SWT.

Ia mencontohkan ketika dikumandangkan adzan dzuhur, sebelum dan sesudah melaksanakan shalat fardlu dzuhur, maka laksanakanlah shalat sunnah qobliyah terlebih dahulu 4 rakaat (tidak lebih) dan jika kebetulan sedang dalam keadaan sibuk, maka lakukannlah 2 rakaat saja , begitupula sesudahnya, setelah itu lanjutkanlah apa yang menjadi pekerjaanmu.

Selain itu Syech juga menambahkan bahwa dalam memperoleh amal ibadah jangan pula merasa cukup dengan hanya melakoni ibadah yang diwajibkan dan meninggalkan ibadah-ibadah sunnah lainnya karena berdalih pada hadist tentang seseorang yang disebut Nabi SAW sebagai bakal ahli surga karena hendak melaksanakan semua amalan yang diwajibkan meskipun tidak akan menambahnya dengan amalan ibadah sunnah yang lainnya.

هُوَ يَسْأَلُ عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ قَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ
“..seseorang bertanya tentang Islam, Maka Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Shalat lima kali sehari semalam.” Dia bertanya lagi; apakah ada kewajiban bagiku selainnya? Rasulullah SAW menjawab: ‘Tidak ada, kecuali kamu mau menambah dengan sunnah-sunnahnya….

فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلَا أَنْقُصُ
..kemudian dia mundur ke belakang sambil berkata; ‘Demi Allah aku tidak akan menambah atau mengurangi hal tersebut”

قَالَ أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ دَخَلَ الْجَنَّةَ
..Nabi SAW berkata:”Sungguh ia beruntung akan masuk surga jika ia jujur”. (HR Abu Dawud )

Syech menambahkan bahwa hadist diatas tidak bisa kita jadikan alasan untuk merasa cukup dalam beribadah dengan hanya melaksanakan shalat-shalat fardlu tanpa diiringi dengan shalat-shalat sunnahnya, karena jaminan masuk surga dalam hadits tersebut, hanya tertuju untuk orang tertentu yaitu bagi seseorang yang kualitas kepribadiannya diketahui oleh Nabi SAW.

0Sementara kita, jika hanya melakukan shalat-shalat yang diwajibkan saja, adakah yang mendapat jaminan masuk surga dari baginda Nabi SAW ? tentu saja shalat fardlu yang kita lakukan banyak sekali kekurangan dan cacatnya, dan tidak ada yangbisa menambal dan menyempurnakan kekurangan tersebut melainkan dengan melakukan shalat sunnah.

Karena itu bila kita meninggalkan shalat sunnah, maka shalat wajib kita dalam keadaan rusak dan cacat.

Dengan demikian, shalat sunnah merupakan sarana untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan shalat fardlu, sekaligus sebagai salah satu cara untuk menggapai mahabbah (kecintaan) Allah SWT, sebagaimana firman-Nya di dalam hadist Qudsi :

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
“tidak ada taqorrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih aku cintai kecuali dengan beribadah dengan apa yang telah wajibkan kepadanya dan hambaku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan Nawafil (perkara-perkara sunnah diluar yang fardhu) maka Aku akan mencitainya dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku niscaya akan aku berikan, dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi”(HR Bukhori)

Lebih lanjut Syech Yusri menyampaikan bahwa seorang muslim harus mempunyai cita-cita untuk sampai pada maqam mahabbah tersebut sampai benar-benar merasakan kehadiran bimbingan-Nya di setiap langkah, seperti Nabi Hud AS yang meyakini kehadiran Allah SWT kemanapun ia berjana dan ungkapannya diabadikan di dalam Al Quran :
.. إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus”(QS:Huud/11 ayat 56)

Bahkan mengenai maqam suhbah/ma’iyyah (kesertaan bersama Allah SWT), pernyataan Nabi SAW lebih intens daripada ungkapannya Nabi Hud AS, dengan penyebutan sohib/teman kepada Allah SWT, sebagaimana sabda beliau dalam doa bepergian:

اللَّهُمَّ أَنتَ الصَّاحِبُ في السَّفَرِ ، وَالخَلِيفَةُ في الأهْلِ
“Ya Allah, Engkaulah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga kami”. (HR Muslim)

Berdasarkan keterangan diatas, kita semua mesti berupaya agar selalu berpijak di jalan-Nya dalam setiap keadaan. Niscaya jika demikian, engkau akan menjadi hamba rabbani yang apabila berdoa dan meminta sesuatu kepada Allah SWT, akan Ia kabulkan.(Deden Sajidin)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid