Maulana Syekh Yusri Rusydi Jabr Al Hasani. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Dalam pengajian Syekh Dr Yusri Rushdi Jabr Al Hasani di Masjid Al Ashraf, Muqatham, Kairo, Mesir mengatakan karena kita diperbolehkan untuk bertawasul kepada Allah SWT melalui Rasulullah SAW maka bertawasul dengan orang-orang shalih pun diperbolehkan, demikian pula sebaliknya jika bertawasul melalui orang-orang shalih merupakan suatu kemusyrikan maka bertawasul dengan Nabi SAW pun syirik, sebab kita tidak diperbolehkan menyekutukan Allah SWT dengan nabi maupun wali. Lalu apa yang dimaksud dengan tawasul?

التَّوَسُّلُ هُوَ اتِّخَاذُ وَسِيْلَةٍ تَكُوْنُ اَقْرَبَ قَبُوْلًا عِنْدَ اللهِ

“Tasawul adalah mengguanakan suatu jalan/ perantara yang dapat mendekatkan pada pengkabulan Allah SWT”

Tawasul merupakan perintah Allah SWT dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan/perantara yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” [QS:Al Maidah/5 ayat 35]

Dalam ayat tersebut kita diperintahkan untuk mencari wasail /berbagai perantara yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, wasail (perantara-perantara) yang dimaksud adalah kecintaan kepada orang-orang yang shalih, meneladani mereka dan beramal shalih.

Mencintai auliya (para kekasih Allah SWT) atau shalihin (orang-orang yang shalih) berarti bertaqarrub/mendekatkan diri kepada Allah SWT karena cinta seseorang akan menjadikannya berdekatan dengan yang dicintainya, Rasulullah SAW bersabda :

المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ

“Seseorang bersama yang dicintainya” [HR.Bukhari dan Muslim]

Kecintaan kita terhadap Rasulullah SAW dan auliya shalihin (para wali yang shalih) akan menyebabkan kita bersama-sama mereka, Karena rasa cinta dapat menghantarkan kita pada tingkatan-tingkatan tersebut. hali ini menunjukan bahwa rasa cinta merupakan amal shaleh yang yang bersifat qalbi (amalan hati).

Dengan demikian mencintai orang-orang yang shalih merupakan bentuk taqarrub/ibadah yang dengannya seseorang bisa mencapai maqam keshalihan sehingga dapat bersama-sama beserta para shalihin. Dalam hal ini Allah SWT Berfirman :

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ ۚ

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka” [QS:Ath-Thur/52 ayat 21]

Para ulama sepakat bahwa bertawasul kepada Allah SWT dengan amalan yang shalih hukumnya boleh, lalu manakah yang lebih kuat antara amalan yang shalih dan pengamal keshalihan? Apabila -secara ijma ulama- amalan yang shalih diperbolehkan untuk dijadikan wasilah, maka orang-orang shalih yang dari kepribadiannya terlahir dan berkembang aneka ragam amalan yang shalih tentu sangat layak dan utama untuk dijadikan wasilah/jalan perantara dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda:

لَوْلا شُيُوخٌ رُكَّعٌ ، وَشَبَابٌ خُشَّعٌ ، وَأَطْفَالٌ رُضَّعٌ ، وَبَهَائِمُ رُتَّعٌ ، لَصَبَّ عَلَيْكُمُ الْعَذَابَ صَبًّا

“Seandainya tidak ada para sepuh yang ahli shalat/tahjjud, para pemuda yang khusyuk beribadah, bayi-bayi yang menyusui dan hewan-hewan ternak, tentu Allah SWT telah/akan menurunkan kepada kalian suatu adzab bencana yang amat dahsyat” [HR:Bukhari dan Muslim]

Dari hadist tersebut dapat kita pahami bahwa Allah SWT Menunda adzab/bencana besar yang mengancam kehancuran muka bumi ini berkat keberadaan orang-orang yang shalih.

هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلا بِضُعَفَائِكُمْ

“Tidaklah kamu sekalian mendapatkan pertolongan dan rezeki melainkan berkat orang-orang dhu’afa (mereka yang lemah secara keterkaitan mereka dengan duniawi dan giat dalam beribadah kepada Allah SWT/ orang-orang shalih)” [HR:Bukhari]

Deden Sajidin

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid