Maulana Syekh Yusri Rusydi Jabr Al Hasani dalam acara pembacaan kitab amin al-I'lam bi anna attasawwuf min syariat al-islam karangan syekh Abdullah Siddiq al-Ghumari di Majelis Zawiyah Arraudah, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (28/1/2017). AKTUAL/Tino Oktaviano
Maulana Syekh Yusri Rusydi Jabr Al Hasani dalam acara pembacaan kitab amin al-I'lam bi anna attasawwuf min syariat al-islam karangan syekh Abdullah Siddiq al-Ghumari di Majelis Zawiyah Arraudah, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (28/1/2017). AKTUAL/Tino Oktaviano

Kairo, Aktual.com – Dalam pengajian majelis Hikam Al Athaiyyah, Syekh Yusri menjelaskan mengenai definisi dari zuhud. Dimana makna zuhud adalah mengosongkan dunia dari hatimu bukan dari tanganmu.

Hal ini memberikan pengertian bahwasanya tidaklah semua orang yang tidak memiliki harta adalah orang yang zuhud, dan tidak pula orang yang berlimpahan harta adalah bukan orang yang tidak zuhud, karena zuhud ini adalah perkara hati, dimana yang tau hanyalah Allah Ta’ala dan dirinya sendiri.

Hal ini sebagaimana yang selalu Nabi ajarkan kepada kita, yaitu sebuah do’a yang sangat masyhur.

اللهم اِجْعَلِ الدُنْيَا فِى اَيْدِيْنَا وَلَا تَجْعَلْهَا فِى قُلُوْبِنَا

Artinya “Wahai Allah, jadikanlah dunia ini ditangan kami dan janganlah jadikanya di hati kami “.

Pada hadist ini, kita boleh meminta kepada Allah agar dilapangkan rizkinya, sekaligus meminta perlindungan dari Allah agar jangan sampai dunia itu masuk ke hati kita dan merusaknya.

Syekh Yusri mengatakan, apabila kita ingin mengetahui diri kita, apakah termasuk orang yang zuhud atau tidak, ataupun untuk mengetahui derajat kezuhudan kita, maka hendaklah kita tanyakan beberapa hal berikut:

1. Apakah kamu ingin memiliki yang lebih dari apa yang kamu miliki sekarang?
2. Apakah kamu memiliki angan untuk bekerja lebih giat lagi agar mendapatkan hasil yang lebih banyak , sehingga menjadikan dirimu disibukkan dari ibadahmu ?
3. Apakah kamu sedih atau bahkan marah ketika apa yang kamu miliki itu hilang dari tanganmu ?

Maka dengan tiga pertnyaan ini, masing-masing dari kita bias menilai diri sendiri, karena kitalah yang lebih tahu akan hal itu. Allah berfirman:

بَلِ الإِنْسَاْنُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيْرَةً

Artinya “ Sesungguhnya manusia itu jauh lebih tahu akan dirinya sendiri “(QS. Qiyamah : 14).

Syehk Yusri menyebutkan bahwa seorang yang zuhud itu, selama dirinya memiliki Allah, maka dia akan memiliki segalanya. Sebagaimana Imam As Sakandari mengatakan “barang siapa yang menemukan Allah, maka dia mendapatkan semuanya. Dan barang siapa yang kehilangan Allah maka dia akan kehilangan segalanya “.

Seorang yang zuhud itu diibaratkan seperti bayi yang masih menyusu kepada ibunya. Apabila dirinya bersama sang ibu, maka dia akan merasa tenang, aman dan bahagia. Tidak ada bedanya hidup di istana ataupun di gubuk derita.

Telah dikisahkan bahwasanya Imam Junaid suatu hari kedatang seoang saudagar yang sangat kaya raya. Kemudian saudagar tersebut memberikan sekantong uang emas dihadapan para muridnya, dan berkata “ambillah uang ini wahai imam, dan nafkahilah mereka dengan uang ini “.

Saudagar sudah bersiap untuk mendengan ucapan terima kasih dan doa dari sang imam. Kemudian beliu bertanya kepada saudagar kaya itu “ wahai saudagar, apakah kamu masih punya selain apa yang kamu kasihkan kepada saya ini ?.

Saudagar kayapun langsung menjawab dengan lantangnya “ iya wahai imam, masih banyak di rumahku “. Kemudian imam Junaid bertanya lagi “ apakah kamu ingin lebih dari apa yang kamu miliki sekarang ini?, dia menjawab “ iya wahai imam, ingin yang lebih banyak lagi “. Kemudian imam Junaidpun berkata kepadanya “ kalau begitu ambillah uangmu ini, karena kamu lebih membutuhkannya , kita tidak membutuhkan uang itu . Kita tidak punya, tapi kita tidak menginginkannya. Adapun kamu, kamu sudah punya, dan ingin memiliki yang lainnya”.

Zuhud itu ketika memandang sama antara emas dan batu. Suatu hari Nabi Muhammad SAW diberi hadia berrupa sepiring buah kurma dari seorang sahabatnya yaitu Rabiah binti Mu’awwidz RA. Kemudian Nabi pun membalasnya dengan memenuhi piring tersebut dengan emas yang datang dari Bahrain.

Bagi Nabi, buah dan emas adalah suatu yang sama yang tidak ada bedanya. Ini adalah contoh zuhud masalah harta. Adapun zuhud pada urusan kedudukan adalah ketika sudah menganggap sama antara menjadi pemimpin ataupun menjadi yang dipimpin, apakah dirinya menjadi orang yang tersohor ataupun tidak.

Nabi Muhammad ditawarkan untun menjadi seorang raja yang menjadi Nabi atau menjadi seorang hamba yang menjadi Nabi, maka Nabi Muhammad memilih untuk menjadi seorang hamba dan Nabi. Ketika Nabi dengan tawadhu’ nya memilih pilihan yang kedua, maka Allah mengangkatnya menjadi pimpinan bagi para Nabi dan Rasulnya. Nabi bersabda

مَنْ تَوَاضَعَ لِلهٍ رَفَعَهُ

Artinya “ barang siapa yang bertawadhu karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya “.

Begitu pula, seorang yang zuhud itu akan sama bagi dirinya antara pujian dan celaan. Allahu A’lam

Laporan: Abdullah AlYusriy

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid