Jakarta, Aktual.com-Memasuki tahun akhir pemerintahan, KNTI menilai pemerintah harus fokus dalam upaya memastikan kesejahteraan segera dilaksanakan oleh Pemerintah. Kesempatan tersebut masih terbuka karena, BAPPENAS menilai perkiraaan kondisi perekonomian global akan semakin membaik sebagaimana tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro untuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018.

Alasan pemerintah untuk segera fokus untuk menyejahterakan nelayan karena capaian indikator penting dalam perikanan kita mengalami kemunduransebagaimana dijelaskan oleh Niko Amrullah selaku Ketua Departemen Kajian Strategis, dengan membandingkan dari tahun 2014.

Pertama, Tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan mengalami penurunan menjadi 68,78 % di tahun 2016 dari sebelumnya 88,65 % di tahun 2014 walaupun angka potensi perikanan tangkap meningkat dari 7,31 juta ton di tahun 2014 menjadi 9,93 juta ton di tahun 2016.

Kedua, ekspor hasil perikanan nasional kita mengalami fluktuasi dengan trend yang menurun, dari 4,6 Miliar USD di tahun 2014, menjadi 3,9 Miliar USD di tahun 2015, kemudian 4,17 Miliar USD di tahun 2016, dan 4,5 Miliar USD di tahun 2017.

Ketiga, investasi usaha perikanan tangkap mengalami penurunan kontribusi menjadi 9,29 % di tahun 2016 dari sebelumnya 22,23 % di tahun 2015 dan 33.93 %  di tahun 2014.

Keempat, hasil tangkapan Ikan Tuna Indonesia di tahun 2015 mengalami penurunan yaitu dari 1.063 ton menjadi 593 ton jika dibandingkan dengan negara-negara dalam Commision For The Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT).

Padahal, negara lainnya mengalami penigkatan seperti Australia, Jepang, dan Selandia Baru.

Kelima, Angka kredit macet UMKM Sektor Perikanan memburuk dengan mengalami kenaikan menjadi 5,04% di 2017 dari sebelumnya 4,30% di 2016. Hal ini menunjukkan kelesuan usaha ekonomi skala kecil hingga menengah di sektor perikanan.

Ketua Departemen Pendidikan dan Penguatan Jaringan KNTI, Misbachul Munir menambahkan, bahwa ditengah kondisi pengelolaan perikanan Nasional yang tak kunjung membaik, yang kemudian berdampak pada harga ikan di kampung-kampung nelayan menjadi rendah. Hingga kini nelayan tak kuasa atas kendali pasar oleh  tengkulak.

“Pemerintah mengabaikan kondisi seperti ini, tidak ada aturan standar harga ikan nasional, “ ungkap Munir Sabtu (18/2).

“Penghasilan nelayan sudah tidak sesuai dan tidak seimbang dengan kebutuhan kebutuhan pokok sehari-hari, baik kebutuhan pangan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan lainnya” lanjut Munir.

“Pemerintah harus segera melakukan akselerasi agenda kesejahteraan nelayan pada tahun 2018 melalui Bantuan pemerintah, seperti bantuan kapal yang harus dimonitoring secara ketat agar tepat sasaran dan sesuai target. Kemudian, akses permodalan yang tidak memberatkan nelayan melalui kolaborasi dengan kelembagaan setempat yang adaptif dengan sosial budaya lokal“ tutup Munir.

 

Ketua KNTI DPD Tanjung Balai-Asahan (Provinsi Sumatera Utara) Muslim Panjaitan menjelaskan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan tradisional turun drastis dibanding pemerintahan sebelumnya. “Yang  biasa mendapatkan Rp 150.000-200.000 sekali melaut, sekarang untuk mencari Rp 100.000 saja sulit.“ Bantuan pemerintah ada, tapi selalu tak tepat sasaran , kebanyakan malah bukan nelayan yang mendapatkan bantuan kapal “ Ungkap Muslim. Hal senada juga terjadi di Gresik (Jawa Timur),  Pengurus KNTI DPD Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur, Sugeng Nugroho menilai  bahwa Bantuan pemerintah kurang tepat sasaran, hanya beberapa nelayan yang memiliki kedekatan personal saja dengan oknum Dinas setempat saja yang memperolehnya.

Sementara itu, di Kabupaten Bulungan (Kalimantan Utara), Pengurus KNTI DPW Provinsi Kalimantan Utara HaikalHamsah menjelaskan bahwa khususnya Kabupaten Bulungan tidak ada program apapun yang diterima. Nelayan harus bisa mandiri, usulan nelayan tidak terakomodir walaupun telah secara aktif menyuarakan kepentingannya dalam Musrenbang dari tingkat Desa maupun Kecamatan namun tidak diakomodir dalam tingkat Kabupaten bahkan Provinsi.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs