Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga independen (pasal 3) tampaknya ‘kooperatif’ terhadap (permintaan) eksekutif dengan niat baik dan tujuan kepentingan lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla kedepan.
Cara Presiden Jokowi bekerja sama dengan KPK dalam menentukan calon menteri bermasalah atau tak bermasalah, merupakan ‘terobosan’ yang juga oleh Buya Syafii Maarif dipandang cerdik. Namun dari sisi etika pemerintahan, kerja sama KPK yang independen dengan Presiden kurang tepat dan cenderung melanggar asas praduga tak bersalah.
Hal tersebut disampaikan Guru Besar Universitas Padjajaran Romi Atmasasmita ketika dimintai tanggapan soal menteri-menteri Kabinet Kerja Jokowi yang diberi tanda merah, kuning dan pink oleh lembaga yang dipimpin oleh Abraham Samad cs itu, Selasa (11/11).
Merujuk pada pertimbangan tersebut, KPK diminta agar segera menuntaskan para calon menteri yang diberi tanda stabilo itu. Hal teresebut, sambung dia, agar terhindar dari potensi pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang Dasar 1945.
“Jika KPK tak bergeming dan tetap tak menuntaskan langkah hukum dimaksud maka dikawatrikan KPK melanggar konstitusi dan UU HAM,” kata Romli.
Jika hal tesebut terjadi, sambung Romli maka semua pihak yang terlibat dalan pelanggaran tersebut dapat dipandang sebagai perbuatan penyertaan (Pasal 55 KUHP) menyuruh melakukan pembantuan atau penganjuran. Romli pun berharap selaku ahli hukum hanya untuk turut serta bertanggung jawab menegakkan konsitutis dan UU di negeri ini terlepas dari siapa pun dan dalam status hukum dan sosial apapun yang melekat pada orang yang bersangkutan.
“Selain dari hal tersebut, saya tetap teguh pada pandangan saya bahwa karakter hukum yang benar adalah mengharamkan prinsip ‘tujuan menghalalkan cara’, dalam setiap pengambilan kebijakan apapun karena dalam keadaan perang masih terdapat rambu-rambu hukum yang harus dipatuhi oleh pihak yang disebut ‘just war’ dan penyimpangan sedikit saja, berpotensi menjadi agresor,” kata dia.
Ihwal nama-nama yang dilaporkan ke KPK mengemuka dari pernyataan salah satu gerakan dekrit rakyat Indonesia, Karyono Wibowo. Salah satunya Menteri BUMN Rini Soemarno.
Nama Rini ramai diberitakan sejumlah media  merupakan satu dari sejumlah nama bermasalah. Rini diduga terlibat kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kasus itu kini masih dalam proses penyelidikan di KPK.
Mereka berharap menteri dengan tanda merah dan kuning tetap ditindaklanjuti oleh KPK. Mereka juga meminta KPK segera memeriksa menteri di kabinet Jokowi yang sebelumnya diduga mendapat tanda merah atau kuning terkait track record atau rekam jejaknya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby