Suasana bongkar muat pelabuhan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (18/10). Bank Indonesia (BI) melaporkan surplus neraca perdagangan Indonesia meningkat pada bulan September 2016 sebesar 1,22 miliar dollar AS, lebih tinggi dibandingkan surplus pada Agustus 2016 yang sebesar 0,36 miliar dollar AS. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Kendati mengapresiasi kinerja pihak kepolisian yang telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) praktik pungutan liar (pungli) di PT Pelindo III (Persero), namun pihak Pelindo sendiri justru merasa selama ini pihaknya menjadi korban dari pungli itu.

Menurut Dirut PT Pelindo I (Persero), Bambang Eka menyebut, soal pungli di pelabuhan, faktanya di pelabuhan itu tak hanya Pelindo. Akan tetapi ada yang lain yang berkaitan dengan buruh.

“Nah, kalau bicara buruh di (pelabuhan) Belawan, justru kami menjadi korban (pungli). Karena kami ini setiap tahun masih mengeluarkan pembayaran kepada buruh yang semestinya tidak lagi diperlukan. Itu pungli juga,” cetus dia seusai acara BUMN Forum, di Jakarta, Kamis (3/11).

Bagi Bambang, nilai “pungli” dari buruh itu mencapai Rp35 miliar per tahun. Untuk peti kemas, kata dia, pihaknya harus membayar 27.500 per box, curah cair juga bayar per ton, kendati sudah menggunakan pipa, demikian juga dengan curah kering yang masih bayar.

“Ini yang kami keluhkan. Sehingga kemarin dikumpulkan semua tim saber (sapu bersih) pungli Polda Sumatera Utara bersama pengelola pelabuhan Belawan. Makanya diputuskan mulai hari ini. Dengan begitu pungli akan semakin berkurang,” ungkap dia.

Dia menambahkan, di Pelindo I sendiri sejak diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberantas pungli, pihaknya membentuk satgas internal.

“Kami juga mengurangi intensitas kontak person dengan pengguna jasa. Caranya dengan otomatisasi proses. Karena peluang terbesar terjadinya pungli adalah saat pengguna jasa itu mengambil dokumen di tempat kami,” ujar Bambang.

Untuk itu, mulai 1 Oktober di terminal peti kemas Belawan, baik internasional dan domestik, dalam pencetakan DO dilakukan secara online.

“Itu tak perlu datang ke kantor kami untuk ambil DO. Cukup dia cetak di kantornya atau via smartphone. Sudah ada barcode. Dan cara ini juga berpeluang menurunkan waktu dwelling time kita. Saat ini waktu dwelling time 2,99 hari,” ungkap dia.

Kendati mengaku korbam aksi pungli dari buruh. Bambang enggan menyebut hal itu sebagai kerugian. Melainkan hanya inefisiensi. Karena permasalahan buruh ini tak hanya permasalahan di Sumatera, tapi juga di semua pelabuhan di Indonesia.

Jadi mulai hari ini, kata dia, sudah menjadi concern BPK dan BPKP. Dan kebijakam di Pelindo I penggunaan buruh sesuai kebutuhan. Tidak lagi dihitung per box atau yang datang. Dulu, mereka hitungnya per box dan ton. Tak sesuai kebutuhan.

“Padahal itu tak relevan. Mulai hari ini dihitung per kebutuha. Dibutuhkan 5, yang datang 5, kita bayar 5. Tapi kalau yang dibutuhkan 5, yang datang 3, ya kita bayar 3. Jadi lebih efisien,” tutup Bambang.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka