Barang bukti sejumlah kemasan gula rafinasi yang ditampilkan di Gedung Bareskrim, Jakarta, Rabu (1/11). Gula rafinasi adalah gula yang memiliki warna lebih putih dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengecam kebijakan Menteri Perdagangan terkait dengan mekanisme lelang gula rafinasi. Makanya kebijakan pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi (GKR) melalui pasar lelang komoditas, dianggap kontraproduktif dan tak efisien.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, pemerintah perlu membatalkan kebijakan ini. Untuk itu, agar sengkarut ini tak berlarut-larut, pemerintah diminta untuk segera menerbitkan kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan polemik gula rafinasi tersebut.

“Karena persoalan gula ini harus diselesaikan dari hulu sampai hilirnya. Jadi harus semuanya diatur dengan baik,” tandas Hariyadi di Jakarta, Selasa (19/12).

Makanya, kata dia, pihak Apindo meminta pemerintah membatalkan lelang gula rafinasi tersebut. Apalagi kebijakan Permendag itu bertentangan dengan amanat UU Nomor 12 tahun 2011, UU Nomor 5 tahun 1999 dan Inpres Nomor 7 tahun 2017. Serta berlawanan dengan Perpres nomor 4 tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

“saat ini kebutuhan gula rafinasi untuk dunia usaha itu cukup banyak mencapai sekitar 3,5 juta ton. Sementara pasokan dari dalam negeri belum bisa memenuhi. Sehingga jika ada kebijakan ini semakin membebani dunia usaha,” jelas Hariyadi.

Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Kristal Rafinasi (FLAIPGKR) Dwiatmoko Setiono menambahkan, kebijakan ini justru akan menciptkan biaya baru bagi dunia usaha. Sehingga pengusaha pun kurang bisa kompetitif. Makanya masalah harga dan kualitas itu sangat penting.

“Kita sudah tahu, harga gula kita itu lebih mahal. Jika ada lelang akan semakin mahal lagi. Padahal pengusaha itu cukup melakukan B to B dan ada pihak ketiga juga. Dan tidak ada jaminan tak akan menambah biaa baru,” jelas dia.

Dwiatmoko pun menegaskan, jika keluhan dunia usaha yang akan menciptakan biaya tambahan dibantah pemerintah, maka pihak regulator sendiri harus bisa memberi kepastian. Pemerintah harus bisa menjamin secara tertulis bahwa tak akan ada lagi beban atau cost baru bagi dunia usaha usai adanya kebijakan lelang gula rafinasi itu.

“Perlu ada SOP-nya yang jelas. Karena kebijakan ini sudah menambah kerumitan. Mestinya jangan menambah biaya baru. Apalagi dampaknya juga buat kami akan membuat daya saing menurun,” jelas dia.

Dia menegaskan, selama ini terdapat sebelas pabrik gula rafinasi. Yakni di Medan, Lampung, Bekasi, Cirebon, Makasar dan Cilacap. Sementara jika pemerintah mengatur lelang hanya menyelesaikan masalh di hilir saja. “Padahal hulunya juga bermasalah. Pemerintah tinggal mengawasi 11 pabrik gula itu saja, itu lebih transparan. Mengapa harus lelang sehingga membuat repot saja,” kata dia.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka