Iress: KESDM Menyuguhkan Gagasan Basi

Tak berbeda dengan Kardaya, Direktur Indonesia Resources Studies (Iress), Marwan Batubara menyebut kementerian ESDM memberi suguhan gagasan basi dalam upaya mendukung pengendalian rupiah. Marwan memperkirakan kebijakan yang ditempuh kementerian ESDM tidak akan memberikan imbas signifikan pada penguatan nilai tukar rupiah.

“Mungkin adalah dampaknya tapi saya kira tidak begitu signifikan. Barangakali harus ditambahkan dengan yang lain, apakah sudah dijalankan pembelian energi primer. Misalkan Batubara yang rujukannya USD 70 per ton, yang kalori 6332 ini transaksinya kalau bisa kita pakai mata uang rupiah, jangan dolar. Kemudian pembelian daya listrik dari IPP, karena ini di Indonesia, gunakanlah rupiah jangan dengan dolar. Kenapa kita mesti pake dolar untuk barang yang ada di Indonesia atau barang transaksi di Indonesia,” tutur dia.

Lalu menyangkut pengendalian ekspor menggunakan rekening bank dalam negeri, menurutnya butuh keseriusan dari pemerintah, mengingat keinginan demikian sudah sejak lama diharapkan, akan tetapi praktek yang terjadi kebanyakan kekayaan sumber daya alam Indonesia yang diekspor, dolarnya tidak masuk ke dalam negeri.

Kemudian persoalan mandatory B20, dia mencatat program ini masih banyak menemukan kendala hingga tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Di antara persoalan yang ada yakni, para pihak berkepentingan masih meragukan kepastian ketersediaan pasokan, kesesuaian terhadap jenis mesin, hingga permasalahan keterjangkauan harga.

Untuk TKDN, tentu penyerapannya harus ditingkatkan dan hal ini lumrah untuk mendorong multiflier efek terhadap roda perekonomian nasional, tetapi dia mencatat, tidak semua komponen terutama pada hulu migas, bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri, mengingat pertumbuhan industri dalam negeri sendiri mengalami masalah.

Karenanya dia mengingatkan agar pemerintah tidak terlalu memaksakan keadaan dengan menjadikan TKDN sebagai mandatori, karena dikhawatirkan akan berimbas pada penurunan aktivitas hulumigas.

“TKDN, jangan juga kewajiban TKDN menghambat kegiatan eksplorasi. Jangan dipaksakan kalau belum ada, karena tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri. Jadi ini jangan mandatory. Sebenarnya dari dulu juga sudah ditekankan TKDN, ini jangan sampai digembar-gemborkan, ini bukan hal baru. Jadi, ini gagasan basi yang harusnya sudah terjadi sejak dulu. Ada masalah seperti ini (pelemahan rupiah) kok malah dijadikan seperti program unggulan, dijual lagi,” pungkas Marwan.

Sayangnya saat Aktual.com mengkonfirmasi hal ini kepada Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, ia tidak bersedia memberikan tanggapan atas persoalan tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta