Puluhan aktivis FITRA menggelar aksi menolak pengampunan pengemplang pajak (Tax Amnesty) didepan Gedung KPK di Jakarta, Selasa (21/6/2016). FITRA juga meminta KPK mengawasi proses pembahasan UU Tax Amnesty yang dinilai rawan transaksional.

Jakarta, Aktual.com – UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang tengah digugat oleh beberapa organisasi masyarakat (ormas) ini mesti dicermati serius oleh pemerintah.

Sehingga, para pengusaha yang mau mengikuti program ini agar tidak terlalu khawatir akan kekalahan UU Tax Amnesty di Mahkamah Konstitusi (MK). Karena jika pengusaha menundanya maka tarifnya akan terus menaik.

“Masalah kepastian hukum itu perlu dicermati oleh pemerintah sekarang ini. Agar proses judicial review ini tidak meresahkan atau mengganggu psikologis warga negara yang akan memanfaatkan tax amnesty,” tutur Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center, Ajib Hamdani, di Jakarta, Jumat (15/7).

Menurut Ajib, psikologis warga negara yang mau memanfaatkan kebijakan tax amnsety jangan sampai tidak terganggu dengan adanya proses gugatan ini. Mengingat, tempo kebijakan ini berlangsung singkat dan tarif akan naik per 3 bulan.

“Jadi argo waktu terus berjalan, sementara tarif tax amnsety-nya akan naik per tiga bulan. Sehingga nantinya, kerugian itu ada di pihak warga negara yang hanya wait and see menunggu proses judicial review berjalan,” ingat dja.

Padahal, kata dia, kalaupun ada proses judicial review yang tengah berjalan, maka hal itu tidak akan mengurangi aspek kepastian hukum tax amnsety yang sedang berjalan.

Justru judicial review ini akan memperkuat legistimasi undang- undang tax amnsety, bukannya malah merupakan jalan keluar bagi koruptor.

“Yang jelas, UU ini bukanlah sebuah jalan keluar bagi koruptor supaya lolos dari jerat hukum,” imbuhnya.

Jadi, menurut dia, seluruh warga baik dari kalangan pengusaha perorangan, atau korporasi ketika lalai dalam membayar kewajiban pajak, tetap akan dikenakan sanksi administratif.

“Bahkan sanksi pidana, bila memang terdapat unsur pidana,” tandas Ajib.

Agar publik yang mau ikut program ini, tidak khawatir, maka HIPMI Tax Center menyarankan agar pemerintah dapat memberikan edukasi, dan sosialisai kepada warga negara untuk dapat memanfaatkan kebijakan tax amnsety yang hanya berlaku sekali seumur hidup ini.

“Pemerintah harus menggandeng para pengusaha dalam sosialisai dan edukasinya. Agar mereka yakin bahwa tax amnsety adalah kesempatan sekali seumur hidup yang sangat layak dimanfaatkan,” pungkas dia.

Sebelumnya, Yayasan Satu Keadilan (YSK), dan Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) mengajukan gugatan atas UU ini lantaran dinilai dapat melegalkan praktik pencucian uang, memberi diskon terhadap pengemplang pajak, melanggar prinsip keterbukaan informasi, dan hal lain yang membawa dampak negatif.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan