Jakarta, aktual.com – Gejolak sosial dalam masyarakat bisa di sebabkan banyak faktor. Secara teoritis, konflik dan gejolak sosial dalam masyarakat terjadi karena adanya ketidakadilan ekonomi sosial yang mengakibatkan kesenjangan hidup yang tinggi. Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi keamanan menolak kebijakan darurat militer menangani dinamika yang terjadi sekarang ini.

Direktur Imparsial Ardimanto menilai, situasi memanas yang terjadi belakangan ini bakal berujung pada situasi krisis, bila ketidakadilan ekonomi dan sosial terjadi bersamaan dengan konflik elite politik dan minimnya ruang dan saluran aspirasi masyarakat. Maka langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah menjamin keadilan ekonomi dan sosial.

“Kebijakan negara yang tidak adil seperti menaikan gaji wakil rakyat dan ditambah masalah dalam penanganan aksi massa yang eksesif telah menjadi pemicu terjadinya gejolak sosial tersebut,” kata Ardi, di Jakarta, Senin (1/9).

Baca Juga:

Hindari Darurat Militer, Setop Penjarahan!

Koalisi menilai, rencana penerapan status darurat sesungguhnya tidak menjawab akar persoalan. Penerapan status darurat jelas tidak diperlukan dan  justru akan menambah masalah baru dalam masyarakat.

“Yang di butuhkan dalam waktu dekat ini adalah negara segera menghapus kebijakan yang tidak pro-rakyat dan meminta maaf pada masyarakat karena gagal mendistribusikan keadilan kepada rakyat. Selain itu negara juga perlu mengevaluasi penanganan massa ke arah yang lebih persuasif,” tuturnya.

Koalisi juga mengeritisi pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang menyatakan bahwa TNI akan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, kemudian Polri akan melakukan penegakan hukum. Pernyataan ini dianggap tidak tepat dan keliru.

“Secara Konstitusional, militer semestinya menjalankan fungsi pertahanan. Oleh karena itu pernyataan Menteri Pertahanan tersebut tidaklah tepat dan tidak sejalan dengan Konstitusi,” ungkapnya.

Baca Juga:

Damailah! Cukup Luka, Mari Jaga Persatuan

Pasal 30 UUD Republik Indonesia, kata Ardi, menyebutkan bahwa TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Sementara Kepolisian sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

“Pernyataan Menteri pertahanan tersebut juga berarti bahwa Mentri Pertahanan telah menugaskan TNI dalam urusan keamanan dalam negeri. Padahal, urusan keamanan dalam negeri seharusnya berada dalam kendali kepolisian yang dikoordinasikan oleh Kementrian Koordinator Politik dan Keamanan,” katanya.

“Kami menilai kegagalan negara dalam memahami penderitaaan rakyat dan mendistribusikan keadilan untuk rakyat justru ditambah bebannya dengan penerapan status darurat yang memungkinkan negara melakukan tindakan yang lebih eksesif. Harusnya Negara melakukan pembenahan dalam dirinya dari penyakit korupsi, kolusi, nepotisme, arogansi, feodalisme, dan pembentukan kebijakan yang tidak berpihak bagi kepentingan masyarakat banyak,” kata dia.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi