Kekhawatiran Presiden Joko Widodo terhadap dunia investasi tidak bisa dibendung, hingga pada sidang kabinet tercetus kecemasannya melihat gejala yang menghambat investasi oleh regulasi yang dikeluarkan ditingkat kementerian. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Tiga aksi unjuk rasa mewarnai peringatan tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK di depan Istana Negara, Jakarta, Jum’at (20/10). Tiga unjuk rasa ini dilakukan oleh gabungan elemen mahasiswa dan buruh.

Kelompok pertama adalah Front Perjuangan Rakyat (FPR). Dalam aksinya, FPR menyatakan empat tuntutannya kepada Jokowi, di antaranya adalah tuntutan untuk menurunkan kebutuhan pokok rakyat, tingkatkan upah kerja dan menghentikan kenaikan pajak yang dinilai membebani masyarakat.

Dalam unjuk rasa tersebut, beberapa orator FPR bahkan menyebut pemerintahan Jokowi-JK sebagai rezim yang fasis. Tidak hanya itu, aksi ini juga diiringi oleh long march buruh dari Gedung Sate Bandung menuju Istana Negara, pada 13-20 Oktober 2017.

Sedangkan unjuk rasa kedua adalah unjuk rasa yang dilakukan oleh gabungan mahasiswa yang menamakan diri sebagai Aliansi Pemuda Mahasiswa Indonesia (APMI). Gabungan dari beberapa organ mahasiswa seperti Hamas Unas, Front Nasional Unas, Front Mahasiswa Nasional dan Liga Mahasiswa Nasional Demokratik (LMND) ini menyuarakan 8 tuntutannya kepada rezim Jokowi-JK.

Beberapa dari tuntutan APMI memiliki kesamaan dengan FPR, seperti upah yang layak bagi buruh dan dicabutnya beberapa kebijakan yang membebani rakyat secara langsung. Selain itu, APMI juga menyebut pemerintah Jokowi-JK harus menghentikan skema investasi, utang luar negeri dan kerja sama internasional yang dapat merugikan rakyat.

Unjuk rasa terakhir adalah aksi yang digelar oleh gabungan antara elemen buruh yang diwakili oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan elemen mahasiswa yang diwakili oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Unjuk rasa yang diikuti oleh ribuan peserta aksi ini menitik beratkan pada pelaksanaan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang disebut KSPI, kurang terealisasi dengan maksimal.

Menurut KSPI, BPJS Kesehatan baru merambah 182 juta jiwa penduduk Indonesia. Sedangkan UU BPJS sendiri memberi amanat bahwa BPJS harus dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, KSPI juga menuntut pemerintah agar memastikan semua Rumah Sakit di Indonesia telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby