Jakarta, Aktual.com — Tokoh Muslim Indonesia, Prof. Dr.Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie, mempunyai IQ 200. Maka, BJ Habibie menjadi Muslim tercerdas di dunia. Sebagai Muslim Indonesia tentunya kita bangga atas pencapaian Habibie.
BJ Habibie memang dikenal begitu cerdas. Dan, bila Anda pernah menonton film kisah hidupnya, maka Anda bisa tahu bahwa beliau begitu berjasa besar bagi bangsa Indonesia. Tak mengherankan beliau menjadi salah seorang muslim tercerdas di dunia, apalagi namanya sampai masuk dalam daftar 10 besar tokoh dunia dengan intelligence quotient (IQ) 200.
IQ menjadi ukuran seseorang yang berhubungan dengan kemampuannya dalam melogika, menganalisis, rasio, serta intelektual. IQ seringkali dijadikan pedoman kecerdasan seseorang khususnya dalam hal menerima, menyimpan, dan juga mengolah informasi.
Albert Einstein yang terkenal sebagai salah satu penemu tercerdas dunia yang menemukan teori relativitas gravitasi dan juga ilmuwan hebat dunia rupanya hanya memiliki IQ 160. Ditambah lagi bahwa ada sumber yang mengatakan bahwa IQ BJ Habibie lebih tinggi dari Sir Isaac Newton (190) dan Galileo Galilei (160). Pantas saja dengan miliki IQ 200, presiden BJ Habibie jadi Muslim tercerdas dunia.
BJ Habibie juga menjadi satu-satunya orang yang masih hidup hingga sekarang. Alasannya, sembilan tokoh dunia lainnya yang juga memiliki kecerdasan tinggi semua sudah meninggal dunia.
Tak hanya itu, kecerdasan BJ Habibie ini tidak hanya diakui oleh masyarakat Indonesia saja, tetapi juga dunia dan beliau juga banyak membuat prestasi gemilang di dunia Internasional dan salah satunya adalah dalam bidang penerbangan.
Sekedar informasi, Habibie merupakan Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasilPemilu 1999.
Dengan menjabat selama dua bulan dan tujuh hari sebagai wakil presiden, dan satu tahun dan lima bulan sebagai presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.
Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan bugis (sulawesi selatan) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911.
Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo yaitu, anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie yakni salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.
Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Sebelumnya ia pernah berilmu di SMAK Dago. Ia belajar teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 ia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Berikut kejeniusan BJ Habibie yang bisa Anda teladani:
Penemu Teori Habibie “Krack Progression”
Pemakai dan produsen pesawat terbang sama-sama tidak tahu persis, sejauh mana bodi pesawat terbang masih andal dioperasikan. Akibatnya memang bisa fatal. Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih sering terjadi karena kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada bodi masih sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas.
Belum ada pemindai dengan sensor laser yang didukung unit pengolah data komputer, untuk mengatasi persoalan rawan ini. Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat. Ketika lepas landas, sambungannya menerima tekanan udara (uplift) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula yang menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (krack).
Titik rambat, yang kadang mulai dari ukuran 0,005 milimeter itu terus merambat. Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi, taruhannya mahal, karena sayap bisa sontak patah saat pesawat tinggal landas. Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat mulai berganti dari propeller ke jet.
Potensi fatique makin besar.Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik krack itu bekerja. Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya. Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan “krack progression”.
Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr. krack. Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.
Penemu Faktor Keselamatan
Sebelum titik krack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF). Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya.
Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat. Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun setelah titik krack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan.
Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie. Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10 persen dari bobot sebelumnya. Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25 persen setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat.
Namun pengurangan berat ini tak membuat maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa ditingkatkan.
Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat. Sehingga sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas.
Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.
Menyandang Predikat ‘Suma Cuma Laude’
Gelar Doctor ingenieur-nya disabet dengan predikat ‘suma cum laude’ pada 1965. Rata-rata nilai mata kuliahnya 10. Presatsi ini membuatnya dipercaya jadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB).
Tugas utamanya yaitu, memecahkan persoalan kestabilan konstruksi bagian belakang pesawat Fokker 28. Luar biasa, hanya dalam kurun waktu enam bulan, masalah itu terpecahkan oleh Habibie.
Ahli Bikin Pesawat
Dia meraih kepercayaan lebih bergengsi, yakni mendesain utuh sebuah pesawat baru. Satu diantara buah karyanya adalah prototipe DO-31, pesawat baling-baling tetap pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal, yang dikembangkan HFB bersama industri Donier.
Rancangan tersebut kemudian dibeli oleh Badan Penerbangan dan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA). Hasil lainnya antara lain pesawat terbang pertama buatan Indonesia CN-235 dan N-250.Pesawat Airbus A-300 yang diproduksi konsorsium Eropa (European Aeronautic Defence and Space) tak lepas dari sentuhan Habibie.
Di dalam konsorsium ini tergabung Daimler, produsen Mercedes-Benz yang mengakuisisi MBB.
Jabatan Strategis di MBB
Tahun 1969 Habibie dilirik oleh Messerschmitt Boelkow Blohm Gmbh (MBB), industri pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg. Jabatan Vice President/Direktur Teknologi MBB disabetnya tahun 1974. Hanya Habibie-lah, orang diluar kebangsaan Jerman yang mampu menduduki posisi kedua tertinggi itu.
Terima Penghargaan Kedirgantaraan
Sedangkan dalam bentuk penghargaan, Habibie menerima Award von Karman (1992) yang di bidang kedirgantaraan boleh dibilang gengsinya hampir setara dengan Hadiah Nobel. Dan, dua tahun kemudian menerima penghargaan yang tak kalah bergengsi, yakni Edward Warner Award.
Beliau juga mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagai Universitas terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk University.
Artikel ini ditulis oleh: