Bagaimana Manajemen Safety dan Intransparansi Pertamina?

Terlepas dari permasalahan black list kapal Bull Flores, sudah seharusnya Pertamina melakukan evaluasi dari aspek profesionalitas manajemen Safety. Sesungguhnya Undang-Undang No 22 Tahun 2001 telah mencantumkan kaidah-kaidah agar kegiatan industri migas beroperasi secara aman dan ramah lingkungan, sebab rantai bisnis industri migas yang dimulai dari kegiatan eksplorasi dan produksi, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dan penjualan dapat menyebabkan resiko kecelakaan dan kegagalan yang cukup tinggi.

Dapat dipahami, terjadinya kecelakaan dan kegagalan dalam kegiatan migas berdampak eksternalitas berupa pencemaran lingkungan, kerugian harta benda, bahkan dapat merenggut nyawa. Karena itu, mestinya persoalan safety menjadi prioritas bagi Pertamina. Pada konteks inilah membuat Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragi merasa terheran-heran atas kecelakaan beruntun yang menerpa Pertamina dalam beberapa bulan terakhir.

Dia menilai telah terjadi penurunan kualitas dan kehandalan pada perusahaan Pertamina. Dia mencontohkan, pada kecelakaan di Balikpapan, Pertamina terkesan tidak profesional, hal ini dibuktikan dari kesadaran bocornya aset setelah berlangsung beberapa hari. Karenanya menurut Eni, Pertamina perlu melakukan up grade baik dari aspek sumber daya manusia (SDM) maupun fasilitas dan teknologi.

“Memang fasilitas itu banyak yang sudah tua, harus diupgrade. Jadi perlu ditingkatkan lagi dari aspek safety. Sama kayak pipa Balikpapan, masa hingga tumpah 40.000 barel, sampai beberapa hari baru sadar, itu bukan seliter atau dua liter, ini gila. Kalau Pertamina mau maju, harus diperbaiki semua baik dari sistem safety, teknologi maupun SDM,” tutur Eni.

Kemudian yang tidak kalah penting, Eni menekankan agar manajemen Pertamina bersikap terbuka sebab ketertutupan akan memicu penyelewengan dan kebobrokan perusahaan. Dia mengkritik beberapa kasus yang merugikan Pertamina, berakhir dengan ketidakjelasan. Seperti kasus minyak oplosan Glencore, Pertamina dirugikan atas kesalahan pengiriman komposisi minyak dari Glencore yang mengharuskan Pertamina mengeluarkan biaya untuk menggeser stok dari tempat lain demi pemenuhan pasokan distribusi.

Baca juga: http://www.aktual.com/skandal-glencore-pertamina-didesak-evaluasi-terbuka/

Begitu pun kasus kebocoran pipa di Teluk Balikpapan yang disinyalir disebabkan oleh kapal Ever Judger. Sejauh ini jelas Eni, Pertamina belum mampu menyampaikan data resmi kerugian yang dialami oleh korporasi. Lagipula tegas Eni, kalau memang kapal Ever Judger terbukti bersalah, Pertamina harus menuntut secara perdata untuk mengembalikan kerugian yang ada. Anehnya saat ini Pertamina bertindak bungkam dan tidak terungkap pemilik kapal bermuatan batubara yang harus dikejar pertanggungjawabannya.

“Berapa sih kerugian Pertamina atas tumpahan miyak itu? katanya 40.000 barel, itu laporan perkiraan. Kalau Pertamina nggak salah, harusnya bukan hanya melakukan pidana terhadap kapal yang salah, harus perdata juga. Jangan sampai kerugian ditanggung oleh Pertamina. Ini kita sesali, ngitung berapa kerugian saja Pertamina nggak selesai-selesai, nggak tahu apa mereka menyembunyikan sesuatu. Kemudian kapal itu milik siapa belum diungkapkan juga,” pungkas dia.

Terkait hal ini, Adiatma mengatakan manajemen Pertamina akan melakukan perbaikan. Saat ini pihaknya sedang melakukan investigasi terhadap kasus robohnya dermaga di Dumai. Yang utama ujarnya, Pertamina menjamin tidak ada gangguan distribusi akibat insiden nahas itu.

“Sekarang kita melakukan investigasi, ke depan kita akan memperbaiki fasilitas kita supaya semakin bagus. Untuk distribusi masih normal,” pungkas dia.

Baca selanjutnya…
Serangan Balik Serikat Pekerja.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta