Seorang bidan menunjukkan vaksin campak dan vaksin bcg yang asli di Puskesmas Kecamatan Sawah Besar, Jakarta, Selasa (28/6). Pemerintah menjamin pemberian vaksin di Posyandu, Puskesmas, dan Rumah Sakit Pemerintah menggunakan vaksin asli. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/foc/16.

Surabaya, Aktual.com-Peredaran vaksin palsu dinilai sama dengan kejahatan bioterorisme. Demikian dikatakan oleh Ketua Avian Influenza Research Center (AIRC) Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom MS, di Surabaya, Senin (18/7).

“Bioterorisme merupakan suatu tindakan disengaja dengan menggunakan bahan biologis, seperti kuman (virus, bakteri, dan parasit) dan bahan toksin,” ujarnya.

Ia mengatakan tindakan bioterorisme ini untuk mencapai tujuan ekonomi, sosial, politik, budaya, baik dalam waktu singkat, menengah maupun jangka panjang, sehingga tindakan vaksin palsu ini bisa dikategorikan sebagai kejahatan bioterorisme.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unair itu mengatakan tindakan bioterorisme lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan bahaya narkoba, sehingga pemerintah harus serius memberantas kejahatan ini.

Terkait kasus vaksin palsu ini, ia mengatakan tidak bisa hanya dilihat dari aspek kriminal biasa, maupun masalah kerugian ekonomi dari pihak-pihak yang terpengaruh.

“Kasus vaksin palsu ini harus dikaji secara dalam, terkait isi vaksin palsu itu apa saja. Jika yang disuntikkan kuman atau bakteri, maka akan berdampak pada anak-anak hingga harian, mingguan, bulanan, bahkan tahunan,” tuturnya.

Selain itu, lanjutnya jika vaksin yang disuntikkan pada warga berisi cairan biasa, maka masih diperbolehkan. Tetapi kalau ada kandungan lain dalam vaksin, seperti penggunaan kuman atau bakteri secara sembarang, maka perlu dicurigai.

“Kalau ada vaksin berisikan kuman sembarangan, kemudian telah disuntikkan pada anak-anak, maka bukan hanya bahaya untuk anak yang divaksin saja, tetapi juga lingkungan karena timbul penyakit baru yang tidak terprediksikan,” paparnya.

Ia mengatakan dampak vaksin palsu terhadap anak yang terpapar akan berbeda-beda tergantung kandungan di dalamnya. Sehingga harus ada keterbukaan pihak terkait untuk membuka atau mengurai isi vaksin palsu.

“Dampak terburuk jika vaksin palsu itu mengandung kuman, maka akan terjadi Alzheimer (penyakit sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan,sehingga otak tampak mengerut dan mengecil), gagal ginjal maupun gangguan liver,” jelasnya.

Menurut dia, dampak terburuk itu akan terjadi tergantung pada kandungan vaksin palsu dan daya tahan tubuh anak tersebut. Dampak bagi anak yang terpapar vaksin palsu sama saja dengan tidak diberikan vaksin sama sekali.

“Vaksinasi ulang tidak akan menyelesaikan persoalan vaksin palsu. Jadi vaksin palsu berbeda dengan gagal vaksin, sehingga keterbukaan terkait kandungan isi vaksin palsu ini harus segera diurai,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara