Keterangan pers Menlu Iran Abbas Araghchi di Istanbul Turki sebelum berangkat ke Moskow Rusia untuk temui Presiden Rusia Vladimir Putin - tangkapan layar X

Istanbul, Aktual.com – Eskalasi konflik semakin memuncak setelah militer Amerika Serikat bersama Israel  menyerang  tiga fasilitas nuklir vital Iran di Fordo, Natanz, dan Isfahan. Setelah pernyataan Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, yang juga mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev yang mengatakan kalau sejumlah negara siap memasok langsung senjata nuklir ke Iran. Kini Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengumumkan berangkat ke Rusia, langsung dari Istanbul Turki, pada Minggu (22/6) sore waktu setempat.

Dilansir dari Times of India, keberangkatan Abbas Araghchi merupakan kunjungan tingkat tinggi ke Moskow untuk bertemu dengan tokoh-tokoh penting Kremlin yang mengisyaratkan kemungkinan dukungan nuklir untuk Teheran. ”Saya akan ke Moskow sore ini,” kata Araghchi pada konferensi pers di Istanbul, Turki pada Minggu siang (22/6) waktu setempat.

Ia juga mengatakan di Moskow pihaknya akan mengadakan konsultasi serius dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin (23/6). Araghchi menyebut Moskow sebagai mitra strategis, sambil menambahkan bahwa Iran dan Rusia ”selalu berkonsultasi satu sama lain dan sambil mengkoordinasikan posisi kami.”

Berikut point-point penting pernyataan Menlu Iran Abbas Araghchi dalam keterangan pers-nya di Istanbul, Turki, sebelum berangkat ke Moskow : ”Semua orang harus tahu bahwa kami menempuh jalur diplomasi, tetapi AS dan rezim Zionis melancarkan serangan agresif terhadap Iran dan rakyatnya, dan kami akan menggunakan semua kemampuan kami untuk membela diri.”

Ia juga mengatakan : ”Tidak masuk akal untuk menuntut Iran kembali ke jalur diplomasi. Saya tidak tahu seberapa banyak ruang yang tersisa untuk diplomasi setelah fasilitas nuklir kita dibom oleh AS & Israel.”

Araghchi juga menyindir AS yang menurutnya hanya paham bahasa kekerasan. ”AS tidak diplomatis dan hanya memahami bahasa kekerasan dan ancaman. Mereka telah menunjukkan bahwa mereka tidak menghormati piagam internasional dan hukum internasional, serta tidak mematuhi satu pun dari hukum tersebut,” kata Araghchi.

Menurut Araghchi, Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT) telah gagal melindungi Iran. ”NPT gagal melindungi kita. Saya akan menuju Moskow untuk bertemu dengan Putin. Rusia adalah sahabat Iran dan kami memiliki kemitraan strategis dengannya.”

Sementara dilansir dari Politico Eu, diketahui kalau Rusia sejak lama adalah sekutu dekat Iran. Teheran memasok Moskow dengan drone militer untuk menyerang Ukraina, dan sebagai imbalannya, Iran menerima bantuan untuk program nuklir sipilnya.

Sejak awal, Kremlin secara konsisten menyuarakan penentangan keras terhadap gagasan pergantian rezim di Iran. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov baru-baru ini menyebut diskusi semacam itu ”tidak dapat diterima” dan memperingatkan bahwa pembunuhan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei akan ”membuka kotak Pandora,” yang mengarah pada ekstremisme di dalam negeri.

Untuk diketahui, masih dilansir dari Times of India,  pengumuman keberangkatan Araghchi ke Moskow hanya beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa pesawat pengebom siluman B-2 AS telah menyerang situs nuklir Fordow, Natanz, dan Isfahan milik Iran.

Kunjungan tersebut menyusul panggilan telepon antara Araghchi dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, yang mengutuk agresi Israel dan menjanjikan dukungan diplomatik berkelanjutan dari Moskow.

Sebelumnya Presiden AS Donald Trump secara resmi mengumumkan bahwa militer AS telah melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran – Fordo, Natanz, dan Isfahan – dengan dukungan penuh dari Israel. Langkah ini secara resmi menandai keterlibatan langsung AS dalam perang antara Israel dan Iran, yang kini memasuki eskalasi paling serius dalam beberapa dekade.

”Militer AS baru saja melaksanakan serangan presisi besar-besaran terhadap tiga fasilitas utama nuklir rezim Iran… Fordo, Natanz, dan Isfahan,” ujar Trump dalam pidato dari Gedung Putih. Ia menyebut operasi tersebut sebagai ”operasi yang dunia belum lihat dalam puluhan tahun.”

Trump juga memperingatkan bahwa jika tidak ada perdamaian, maka akan ada tragedi bagi Iran yang jauh lebih besar. ”Fasilitas nuklir Iran telah hancur total. Iran sekarang harus hidup damai. Jika ini tidak dilakukan, maka serangan akan semakin gencar,” ancam Trump. Ia juga mengatakan setiap balasan Iran terhadap AS akan dihadapi dengan kekuatan yang jauh lebih besar.

Padahal baru sehari sebelum serangan itu, Trump Meski mengatakan akan menunggu dua minggu sebelum memutuskan aksi militer AS ke Iran. Namun kenyataannya serangan ini menjadi sinyal berakhirnya jalur diplomatik. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, yang sedang berupaya merintis dialog damai di Jenewa, Swiss menegaskan bahwa ”sudah tidak mungkin bernegosiasi ketika rakyat kami dibombardir oleh AS dan Israel.”

Serangan AS ini dilakukan dengan peluncuran lebih dari 30 rudal Tomahawk dari beberapa kapal selam AL AS, dan dikombinasikan dengan beberapa pesawat bomber siluman B-2 yang  menembakkan belasan bom khusus penghancur bunker GBU-57 yang masing-masing seberat 13,6 ton.

Iran sendiri menyebut serangan AS ini sebagai ’titik balik’ dan mengutuk keterlibatan langsung AS. Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memperingatkan : ”Setiap intervensi militer AS akan direspons dengan kerusakan yang tak bisa diperbaiki.”

Menurut media pemerintah Iran, jumlah korban tewas di Iran akibat serangan Israel dan kini ditambah AS telah mencapai 430 orang, dengan lebih 3.500 orang luka-luka. Sedangkan di pihak Israel, tercatat 24 warga sipil tewas akibat serangan rudal Iran.

(Indra Bonaparte)