Tambang Nikel di Pulau GAG, Raja Ampat. Aktual/HO

Timika, aktual.com — Uskup Keuskupan Timika, Mgr. Bernadus Bofitwos Baru, OSA, melontarkan kritik tajam terhadap kerusakan lingkungan di Papua, khususnya di kawasan Raja Ampat, yang kini menjadi sorotan publik akibat aktivitas pertambangan nikel.

Pernyataan ini ia sampaikan dalam khotbah Pentakosta pada Minggu (8/6/2025) di Gereja Katedral Tiga Raja, Timika, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Dalam khotbahnya, Uskup Bernadus menyuarakan keprihatinan mendalam atas perusakan alam yang terjadi demi kepentingan segelintir pihak.

“Saya kira 2.000 hektare tanah di tanah Marind dibabat hanya untuk kepentingan oligarki dan ketamakan serta kerakusannya,” ujarnya.

Uskup Bernadus secara khusus menyoroti kawasan Raja Ampat, yang dikenal sebagai salah satu surga biodiversitas dunia, namun kini mulai terancam oleh proyek-proyek pertambangan yang diklaim sebagai bagian dari “proyek strategis nasional”.

“Raja Ampat yang indah mulai hancur karena ketamakan dan kerakusan oligarki dan penguasa dengan slogan demi proyek strategis nasional,” tegasnya.

Kritik terhadap aktivitas tambang di Raja Ampat juga disuarakan oleh Greenpeace Indonesia, yang melakukan aksi protes dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference and Expo pada Selasa (3/6/2025).

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menyatakan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) yang diberikan pemerintah untuk eksplorasi nikel di pulau-pulau kecil di Raja Ampat akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius.

“Kalau diteruskan ini akan merusak lingkungan pulau tersebut,” kata Iqbal.

Greenpeace menilai bahwa kebijakan tambang di kawasan pulau kecil seperti Raja Ampat bertentangan dengan semangat perlindungan alam dan keadilan ekologis, terutama mengingat kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa dan nilai ekowisata global.

Kasus tambang nikel di Raja Ampat kini menjadi isu nasional, menyusul munculnya kritik dari berbagai pihak, mulai dari organisasi lingkungan, tokoh agama, hingga anggota parlemen. Tekanan publik terhadap pemerintah untuk mencabut izin tambang dan mengevaluasi kembali proyek-proyek di kawasan konservasi kian menguat.

Raja Ampat, yang selama ini dikenal dunia sebagai destinasi wisata eksotis dengan kekayaan laut dan ekosistem unik, kini terancam berubah menjadi kawasan industri yang penuh luka ekologis.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano