Jakarta, Aktual.com — Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang dicapai pemerintah Jokowi-JK saat ini merupakan pertumbuhan ekonomi paling lambat apabila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, pertumbuhan pemerintah sebesar 4,7%  pada kuartal pertama tahun 2015 merupakan revisi dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2 persen.

“Turunnya jumlah investasi yang masuk baik dari penanaman modal dalam negeri maupun  luar negeri, serta melemahnya daya beli masyarakat terutama di sektor konsumsi mengakibatkan turunnya pertumbuhan PDB Indonesia,” ujar ketua komisi VI, Achmad Hafiz Tohir dalam keterangan yang diterima Aktual, Kamis (30/7).

Menurutnya, Lambatnya pertumbuhan ekonomi berimbas pada turunnya ketersediaan lapangan kerja baru untuk usia produktif dan tingkat pengangguran pun meningkat karena banyak pekerja yang dirumahkan akibat pengurangan produksi perusahaan.

“Efek berantai berikutnya adalah pertumbuhan kredit melambat, tingkat inflasi terus naik dalam beberapa bulan terakhir khususnya bulan Mei-Juni yang berada di level 7 persen serta berpotensi terus bergerak ke posisi  psikologis sebesar 10 persen karena harga pangan semakin mahal dan terus merangkak naik,” tegasnya.

Untuk mengatasi keadaan  ini, lanjutnya, tim ekonomi pemerintah Jokowi-JK harus bergerak cepat dengan memaksimalkan seluruh potensi belanja APBN yang ada. Belanja APBN Rp2.000 triliun lebih digunakan untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi yang mengalami perlambatan di kuartal pertama tahun ini. Salah satunya dengan mempercepat proses program pembangunan infrastruktur yang telah di ground breaking seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, rel kereta ganda dan bandara baru serta melibatkan penuh BUMN dan mengajak  pelaku usaha swasta dalam negeri untuk terlibat dalam investasi pendanaan maupun proses pengerjaannya.

“Sebaiknya presiden Jokowi memperhatikan figur-figur yang mengelola perekonomian nasional adalah figur yang kuat, petarung dan dipercaya pasar sehingga diharapkan timbul trust terhadap ekonomi Indonesia. Tidak seperti saat ini  yang sedikit sedikit ngutang keluar negeri. Hal ini membuat  Rupiah akan semakin tertekan. Mazhab bahwa utang luar negeri sebagai jalan  untuk memacu pertumbuhan ekonomi baru yang di imani dan di anut oleh  pemerintah perlu di dikritisi,” tegasnya.

Untuk diketahui, selama delapan bulan pertama pemerintahan Jokowi-JK berkuasa, pemerintah telah meminjam dana dari World Bank senilai USD12 miliar atau setara Rp143 triliun dan dari Tiongkok Rp 650 triliun, pemerintah juga meminta pinjaman IDB sebesar Rp66 triliun. Terakhir Pemerintah menjual Surat Utang Negara (SUN) dalam valuta asing berdenominasi euro seri RIEURO725 senilai 1,25 miliar euro dengan tenor 10 tahun pada Kamis, 23 juli lalu.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka