Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin menegaskan rencana Mendagri Tjahjo Kumolo menunjuk pejabat Polri sebagai pelaksana tugas gubernur harus dibatalkan, karena bertentangan dengan undang-undang. (ilustrasi/aktual.com)

Padang, Aktual.com – Akademisi dari Universitas Bung Hatta Padang, Sumatera Barat, Miko Kamal Phd menilai wacana penunjukan unsur kepolisian sebagai pelaksana tugas kepala daerah mencederai demokrasi karena hal tersebut melanggar aturan yang ada.

“Dalam Undang-Undang no 10 tahun 2016 tentang Pemilihan gubernur, bupati dan wali Kota dinyatakan untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata dia di Padang, Rabu (31/1).

Ia menjelaskan ketentuan mengenai kekosongan jabatan diatur di dalam Pasal 201 ayat 10 Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.

“Mengacu kepada pasal tersebut dipahami bahwa jabatan pimpinan madya merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berasal dari Kementerian Dalam Negeri atau daerah yang bersangkutan,” ujar dia.

Oleh sebab itu, menurut dia rencana Pemerintah melalui menteri dalam negeri yang akan menunjuk polisi aktif sebagai pelaksana tugas atau pejabat gubernur untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut tidak sejalan dengan aturan hukum yang berlaku.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara