Keikhlasan adalah ketika kita membutuhkan, atau mengambil sesuatu yang mana nilai keikhlasannya lebih banyak dari pada sesuatu yang lebih sedikit keikhlasan di dalamnya.
Begitulah, sehingga bagi dirinya sama antara sesuatu yang berat dan sesuat yang ringan (bagi nafsunya), dipuji dan dicela, sehingga ikhlas itu berada pada segala sesuatu, dan dari situlah seorang hamba menjadi merdeka, dan barang siapa yang merdeka (dari segala sesuatu) maka dirinya–demi Allah- adalah seorang wali.
Saya telah mengira, bahwa orang yang meninggalkan keterkaiatan-keterkaitan duniawi selain dari pada meminta yang mana hal ini adalah merupakan sabab yang paling lemah, akan tetapi dirinya tidak merasakan apa yang harusnya dirasakan oleh orang yang meninggalkan duniawi, bahkkan tidak mencium baunya.
Sehingga menurut saya, hal ini disebabkan oleh kecondongan dirinya terhadap hawa nafsunya, dan selalu mengikutinya. Barang siapa yang mampu membebaskan diri darinya, maka pancaran nuraninya semakin kuat, dan sifat manusianya semakin melemah, serta dirinya mampu merasakan apa yang telah dirasakan oleh mereka kaum sufi Ra.
Imam Junaid Ra telah menuliskan kepada sebagian dari muridnya: “barang siapa yang menengadahkan tangan kepada Allah Swt, akan tetapi hatinya condong kepada yang lain, maka Allah Swt akan mengujinya, Allah Swt akan menghijab dzikirnya dari hatinya, sehigga hanya berdzikir dengan lesannya.
Maka apabila dirinya tersadar dan memutuskan hatinya dari apa yang sandarannya, dan kembali kepada apa yang telah diisyarahkan kepadanya, maka semua cobaan itu akan diangkat darinya,…sampai akhir dari perkataannya Ra.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid