Menteri BUMN, Rini Soemarno (tengah) Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman (ketiga kanan) Bupati Sumenep, Busyro Karim (kedua kanan) dan Direktur Utama BNI, Achmad Baiquni (ketiga kiri) menekan layar videotron saat peluncuran Kartu Tani di Desa Braji, Sumenep, Jawa Timur, Senin (6/6). BNI siap menyalurkan sekitar 1,3 juta Kartu Tani untuk petani di Jawa Timur yang merupakan penerima manfaat dari subsidi pupuk. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/foc/17.

Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute, Achmad Yunus mengingatkan pemangku kebijakan agar tidak terjerumus dalam libralisasi BUMN melalui penggiringan isu monopoli usaha.

Pernyataannya ini disampaikan dalam rangka menanggapi Ketua Umum HIPMI Bahlil Dahalia. Sebelumnya Bahlil menuturkan monopoli yang dilakukan oleh BUMN merupakan sebuah hambatan partisipasi swasta dalam kegiatan pembangunan nasional.

“Konteks monopoli hendaknya tidak diukur dengan pembatasan angka besar dan kecil
dalam proyek nasional, namun pada konsep umum sebuah pekerjaan dari hulu sampai
dengan hilir. Saat ini, dalam pengerjaan proyek nasional tidak benar BUMN memonopoli dalam produksi semua komponen, peranserta swasta sangat terbuka untuk ikut dalam mengerjakan sebagian pekerjaan atas sebuah proyek nasional,” ujar dia di Jakarta, Rabu (13/9)

Selanjutnya jelas Yunus, Proyek strategis nasional dilaksanakan untuk kepntingan nasional, oleh karena itu sudah seharusnya memang dikerjakan oleh BUMN.

“Ini perlu dipandang secara ideologis, latar belakang didirikannya BUMN adalah implementasi dari Pasal 33 UUD 1945 khususnya untuk penguasaan cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak,” tutur dia.

Kemudian ujarnya, BUMN merupakan kepanjangan tangan negara, penguatan BUMN
melalui pengerjaan proyek strategis nasional adalah bentuk kedaulatan negara. Bangsa
Indonesia lahir dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang mengedepankan kesejahteraan kolektif, tidak individualistik dan tidak liberal, hal tersebut ditunjukkan dalam Konstitusi kita yang mengamanahkan bahwa perekonomian disusun berdasarkan atas usaha bersama.

Lalu menurutnya, Peranserta swasta memang perlu diatur agar semangat mengedepankan kesejahteraan kolektif melalui BUMN tetap terjaga, bangsa ini terhindar dari pengaruh neoliberal yang cenderung melemahkan peran negara, menyerahkan sistem perekonomian pada pasar yang otomatis masing-masing akan mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan individu/kelompok, hal ini akan semakin memperluas ketimpangan/kesenjangan sosial, yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin semakin tersingkir.

“Oleh karena itu, kami menolak pandangan dari Ketua HIPMI terhadap peran BUMN yang diangap memonopoli dalam berbagai proyek nasional, hal tersebut semata-mata untuk kepentingan nasional, memperpendek kesenjangan dan menjaga konsep negara kesejahteraan yang dirumuskan oleh founding leaders dari pengaruh neoliberalis,” tegas dia.

Lagi pula, BUMN terbukti hadir memberikan solusi dalam berbagai masalah bangsa, contohnya saat ini Pertamina tercatat rugi sekitar Rp. 12 Triliyun yang dikarenakan untuk mengemban misi BBM satu harga secara nasional, apakah swasta sanggup melakukan hal tersebut? Apakah proyek yang merugikan namun mengemban misi Pemerintah harus dikerjakan oleh BUMN sementara proyek yang menguntungkan harus diserahkan pada swasta? Jika memang demikian maka konsep kesejahteraan kolektif akan hilang dan masing-masing akan berlomba-lomba untuk meraih kesejahteraan secara individualistik, kesenjangan semakin meluas.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Arbie Marwan