Jakarta, Aktual.com – Kementerian Kesehatan RI mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memenangkan gugatan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) berkaitan dengan Keputusan Menkes tentang penetapan jenis vaksin Covid-19.
Direktur Eksekutif YKMI, Ahmad Himawan mempertanyakan sikap Kementerian Kesehatan yang masih ingin mempertahankan penggunaan vaksin tidak halal diberikan kepada masyarakat yang mayoritasnya adalah muslim.
“Ada apa ini Kemenkes. Sudah kalah dua kali di MA dan PTUN kok masih ngotot mau banding. Kami mempertanyakan fungsi pemerintah yang masih ingin menggunakan produk-produk non-halal dalam hal medis, terutama terkait vaksinasi covid-19,” tegas Himawan dalam siaran pers, Rabu (12/7/2023).
Himawan mengungkapkan, meskipun saat ini sudah mulai memasuki masa endemi, pemerintah tetap harus menjamin vaksinasi dan obat-obatan yang diberikan kepada masyarakat terjamin kehalalannya.
“Kita sudah ada UU Jaminan Produk Halal. Termasuk di dalamnya mengenai obat-obatan dan produk medis seperti vaksin,” jelas Himawan.
Kecuali, kata Himawan dalam kondisi darurat. Dimana jika tidak ditemukan produk halal, maka dibolehkan menggunakan produk non-halal.
“Itupun hanya sebatas darurat. Jika sudah ada produk halal, maka tidak lagi boleh menggunakan produk non-halal,” ungkap Himawan.
Kuasa hukum YKMI, Irawan Santoso mengatakan dampak dari adanya putusan PTUN maka Kemenkes tidak diperkenankan mempergunakan jenis vaksin yang tidak bersertifikat halal dalam vaksinasi Covid-19.
“Harus gunakan jenis vaksin yang bersertifikat halal, tanpa kecuali, karena itu adalah perintah Pengadilan. Putusan Pengadilan harus dipatuhi,” tegas Irawan.
Dalam SK Kemenkes nomor Nomor HK.01.07/MENKES/1602/2022 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tanggal 21 Oktober 2022, masih tercantum jenis vaksin yang belum bersertifikat halal seperti Astra Zeneca, Pfizer, Moderna, Johnson & Johnson dan lainnya.
“Ini yang oleh YKMI ditentang karena bertentangan dengan Putusan MA Nomor 31P/HUM/2022 tanggal 14 April 2022,” tegas Irawan.
Irawan menyebut putusan MA tegas bahwa pemerintah wajib menjamin kehalalan jenis vaksin yang dipergunakan di Indonesia.
“Itu adalah sesuai dengan Undang-Undang Jaminan Produk Halal, jangan dikangkangi lagi,” tegasnya lagi.
Sebelumnya pada 27 Juni 2023 lalu, Putusan PTUN Jakarta atas perkara nomor 28/G/2023/PTUN.JKT itu dibacakan secara elektronik yang amar putusan lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
M E N G A D I L I:
DALAM PENUNDAAN
– Mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1602/2022 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tanggal 21 Oktober 2022 terhadap jenis vaksin yang tidak bersertipikat halal;
– Memerintahkan Tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/ 1602/2022 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tanggal 21 Oktober 2022 sampai dengan adanya Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terhadap jenis vaksin yang tidak bersertipikat halal;
DALAM EKSEPSI
Menyatakan keseluruhan eksepsi tergugat tidak diterima;
DALAM POKOK PERKARA
– Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
– Menyatakan batal Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1602/2022 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tanggal 21 Oktober 2022 terhadap jenis vaksin yang tidak bersertipikat halal;
– Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1602/2022 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tanggal 21 Oktober 2022 terhadap jenis vaksin yang tidak bersertipikat halal;
– Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp384.000 (Tiga Ratus Delapan Puluh Empat Ribu Rupiah).
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan