Kiri-kanan; Pengamat Politik Yudi Latif, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Ketua Umum PGK Bursah Zanubi, Direktur Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan saat menghadiri diskusi di Jakarta, Jumat (27/1/2017). Diskusi yang diselenggarakan Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) dengan tema "Kerukunan Nasional Dan Tantangan Kebangsaan".

Jakarta, Aktual.com – Pakar Studi Islam dan Kenegaraan Yudi Latif mengatakan bahwa mental revolusi negara berinduk pada Nahdlatul Ulama (NU). Muslimat dalam hal ini memang dalam posisi sebagai anak kandung, namun ibu kandungnya tetap NU.

“Meskipun muslimatnya anak kandung revolusi. Tapi ibu kandungnya adalah NU. Karena NU ada sebelum negara ini ada,” ujar Yudi Latif dalam acara Refleksi Kebangsaan 71 tahun Muslimat Nahdlatul Ulama bertajuk ‘Pancasila, Agama dan Negara; di Hotel Crowne Plaza, Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Senin (27/3).

Lebih lanjut, Yudi mengatakan perlu adanya jembatan antara pancasila, agama dan negara. Dan tidak ada jembatan lain yang bisa yang menyatukan 3 unsur ini kecuali Presiden Pertama RI Soekarno, Wakil Presiden Pertama RI Moh Hatta dan Tokoh NU KH Wahid Haysim

“Hanya ada 3 orang, Bung Karno, Bung Hatta dan Wahid Hasyim,” jelasnya.

Yudi menyatakan setiap agama harus kembali ke jantung spiritualnya yang mengajarkan kasih sayang (akhlak). Sebab, rasul diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Intinya, kata dia, semua agama harus menekankan akhlak, di dalam hubungan dengan tuhan, sesama manusia dan alam. Jadi jika hanya mengandalkan formalisme sulit untuk membangun titik temu di masyarakat majemuk.

“Pancasila, terdalamnya itu spiritualitas. Perisainya adalah ketuhanan. Jadi ketuhanan merupakan jantung negara,” katanya.

Jika kembali ke inti spiritualitasnya, yang mengajarkan kepasrahan, dan kedamaian. Maka, ada titik temu dengan 2 prasyarat. Pertama, perbedaan. Kedua, mengupayakan keadilan.

“Kita harus bisa terima perbedaan dan pada waktu yang sama mengutamakan keadilan. Masyarakat berhak mendapat kehidupan yang layak di republik ini,” pungkasnya.

(Nailin Insa)

Artikel ini ditulis oleh: