Dalam jumpa pers itu Yusril memberikan klarifikasi dan bantahan sekaligus akan memberikan surat jawaban atas adanya peringatan pembekuan STIE GICI yang dinilainya tanpa dasar hukum yang jelas

Jakarta, Aktual.com — Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan gugatan uji materi Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI (UU Polri), dan UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Dalam keterangannya Yusril mengatakan, kewenangan penerbitan SIM, STNK, dan BPKB sudah tepat ditangani Polri. Menurutnya, kewenangan itu menyangkut efektifitas dan sisi historis.

“Dalam identifikasi dan registrasi kendaraan bermotor, kewenangan pada polri semata-mata soal efektifitas dan historis penyelenggaraan negara,” jelas Yusril di ruang sidang utama Mahkamah Konstitusi, Kamis (22/10).

Dalam uji materi ini dipermasalahkan soal kewenangan penerbitan SIM, STNK, dan BPKB. Menurut Yusril, jika kewenangan penerbitan itu dilimpahkan ke pihak lain, misalnya Kementerian Perhubungan seperti yang diutarakan para pemohon, maka tidak akan efektif. Sebab, Kemenhub tidak punya aparat langsung di daerah.

“Kalau dikasih ke Kemenhub tidak akan efektif. Karena tidak punya aparat di daerah-daerah. Dinas Perhubungan di daerah bukan netwrok Kemenhub, tapi Pemda. Jadi negara akan alami kesulitan identfikasi kendaraan bermotor,” ujarnya.

Lebih jauh Yusril menambahkan, bahwa uji materi ini lebih kepada konstitusinal komplain. Bukan objek konstitusional yang mesti diuji ke MK. Apalagi uji materi ini tidak punya batu uji dalam UUD 1945. Sebab, kewenangan itu hanya diatur oleh undang-undang.

Oleh karena tak punya batu uji, Yusril berpendapat, kemungkinan besar uji materi akan ditolak oleh MK. Sebab, bagi Yusril tidak cukup alasan pasal-pasal yang diuji itu bertentangan dengan UUD 1945 karena memang tidak mengatur mengenai kewenangan itu.

“Artinya itu pilihan. Pilihan pembuat undang-undang mau dikasih ke siapa. Dan pembuat undang-undang sudah memberikan registerasi dan identifikasi kendarana ini diberikan ke Polri,” kata dia.

Untuk diketahui, Koalisi untuk Reformasi Polri yang terdiri dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) diwakili Erwin Natosmal Oemar, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diwakili Julius Ibrani, dan lainnya menggugat sejumlah pasal dalam UU Kepolisian dan UU LLAJ ke MK.

Mereka menggugat kewenangan kepolisian dalam menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UU Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88 UU LLAJ.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu