Surabaya, Aktual.com – Sidang perdana terhadap 36 terdakwa kasus pembunuhan terhadap petani yang juga aktifis lingkungan salim kancil, yang merupakan warga desa Selok Awar-awar Kabupaten Lumajang.

Dari 36 terdakwa, ada 34 terdakwa yang dihadirkan, beberapa terdakwa lainya masih berusia dibawa umur tidak ikut disidangkan.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Sigit, agendanya adalah pembacaan dakwaan dalam kasus pembunuhan Salim Kancil dan kasus penganiayaan terhadap Salim kancil serta rekannya, Tofan.

Sidang yang dilakukan secara bergantian, pertama menghadirkan dua terdakwa, pertama terdakwa Hariono, mantan Kepala Desa Selok Awar-awar. Mat Dasir, salah satu dari tim 13, yang melakukan penganiayan sebagai terdakwa kedua.

Dalam pembacaan dakwaan, jaksa Penuntut, Dodi Gazi Emil dari Kejasan Negeri Lumajang, menjababarkan, bahwa kedua terdakwa merupakan pro penambangan pasir, dan keduanya mempunyai hubungan emosional yang sangat kuat. Karena tidak suka dengan kegiatan Salim Kancil cs yang berupaya menutup pertambangan pasir, akhirnya dilakukan ancaman pembunuhan hingga terjadi pembunuhan terhadap Salim Kancil dan penganiaya terhadap Tosan.

“Terdakwa Mat Dasir dan lainnya telah menganiaya Tosan dengan memukul dan melindas kepala Tosan dengan kendaraan. Setelah Tosan tidak bergerak, para terdakwa mengira tosan meninggal dan giliran menghampiri salim kancil dan melakukan pembunuhan,” jelas Dodi, Kamis (18/2)

“Pembunuhan dengan cara dipukul pot bunga, diarak ke Balai desa, hingga akhirnya disetrum dan dipukul lagi. Namun karena massi bergerak, salim kancil diarak dan dianiaya lagi hingga meninggal dunia,” lanjutnya.

Keduanya didakwa beberapa pasal diantaranya penganiayaan yang menyebabkan luka berat, termasuk termasuk 338 juncto 55 tentang pembunuhan berencana.Baik yang melakukan atau pun yang menyuruh melakukan juga dikenakan pasal yang sama.

Agenda sidang juga fokus terhadap kasus penganiayaan pembunuhan secara sadis. Belum mengarah ke kasus pertambangan liar uang ataupun pencucian uang.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Ahmad H. Budiawan