Warga Muhammadiyah bentuk komando kawal Al-Maidah. (ilustrasi/aktual.com)
Warga Muhammadiyah bentuk komando kawal Al-Maidah. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Meski secara kelembagaan organisasi Islam Muhammadiyah tidak menginstruksikan kadernya untuk mengikuti Aksi Bela Islam III, namun banyak warga Muhammadiyah yang akan bergabung dalam Aksi 212 yang dikomandoi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).

Aksi lanjutan yang digelar pada tanggal 2 Desember ini dilakukan untuk mengawal jalannya kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ahok sendiri dalam hal ini sudah ditetapkan sebagai tersangkanya.

“Sudah banyak warga Muhammadiyah dari berbagai daerah yang telepon saya. Mereka mengatakan siap kembali ke Jakarta ikut Aksi Bela Islam III. Ini inisiatif mereka. Kami tidak meminta,” kata Koordinator Nasional Komando Kawal Almaidah (KOKAM) Mashuri Mashuda, Selasa (22/11) kemarin.

Ia menyatakan demikian usai rapat internal di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat. Dijelaskan, beberapa elemen Angkatan Muda Muhammadiyah pada Aksi Bela Islam 4 November mencapai ratusan ribu orang.

Pada aksi lanjutan besok, diperkirakan warga Muhammadiyah yang akan ambil bagian jumlahnya lebih banyak lagi. Karena itu pula, sejumlah eksponen warga Muhammadiyah membentuk Komando Kawal Almaidah (KOKAM).

KOKAM sebagai wadah untuk pengawal penuntasan kasus Ahok sekaligus mengkoordinir warga Muhammadiyah dalam aksi yang akan diisi dengan shalat Jumat.

“Kami ingin gerakan warga Muhammadiyah itu nanti lebih rapi, terkoordinir agar tak mudah disusupi. Kami juga dibantu oleh ibu-ibu dari Aisyiah,” kata Mashuda.

Selain di tingkat pusat, KOKAM juga dibentuk diberbagai daerah untuk mengkoordinir warga Muhamamdiyah yang akan berangkat ke Jakarta. Disampaikan pula bahwa secara kelembagaan keberadaan KOKAM tidak ada kaitannya dengan struktural Muhammadiyah.

“Gerakan KOKAM insya Allah tetap memperhatikan segala imbauan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk sedapat mungkin tidak menggunakan atribut persyarikatan, dan menyampaikan aspirasi layaknya warga negara Indonesia yang mempunyai hak konstitusi menyatakan pendapat,” demikian Madhuda.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan