KPK gunakan Peraturan Mahkamah Agung nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemidanaan Korporasi untuk bongkar aset Gadjah Tunggal. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kerugian negara Rp 3,7 triliun yang diduga akibat dari dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia kepada Sjamsul Nursalim, pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia menjadi fokus Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, pihak penyidik tengah intens mencari cara demi mengembalikan indikasi kerugian negara Rp 3,7 triliun. Salah satu caranya dengan menerapkan Peraturan Mahkamah Agung atau Perma Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemidanaan Korporasi.

“Tim sedang mempertimbangkan secara serius untuk menerapkan ketentuan-ketentuan dalam pidana korporasi sebagai salah satu cara untuk memaksimalkan ‘asset recovery’,” kata Febri di Gedung KPK dikutip Rabu (17/5).

Meski begitu, Perma tentang pemidanaan korporasi ini tidak dapat diterapkan kepada BDNI, lantaran sudah tutup akibat krisis ekonomi 1997-1998. Untuk itu, Perma korporasi ini akan diberlakukan kepada perusahaan-perusahaan Sjamsul yang diduga menikmati aliran dana dari BLBI. Salah satunya Gadjah Tunggal Tbk.

Hal ini dapar dilakukan karena berdasar Pasal 8 ayat (1) Perma Nomor 13 tahun 2016 disebutkan korporasi yang telah bubar setelah terjadinya tindak pidana tidak dapat dipidana, akan tetapi terhadap aset milik korporasi yang diduga digunakan untuk melakukan kejahatan dan/atau merupakan hasil kejahatan. Maka penegakan hukumnya dilaksanakan sesuai mekanisme sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu