Waspadai pisau bermata dua Trump. (ilustrasi/aktual.com)

Kabul, Aktual.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengincar kekayaan tambang Afghanistan untuk membayar biaya pembangunan akibat perang, yang hingga saat ini menghabiskan 117 milyar dolar AS.

Namun, sejumlah pemodal, yang meneliti salah satu negara paling berbahaya tersebut mengatakan Trump hanya bermimpi. Sejak penelitian badan Survai Geologi Amerika Serikat mendapati cadangan tambang bernilai satu triliun dolar, pemerintah Afghanistan selalu membanggakan kekayaan tersebut sebagai kunci dari kemandirian ekonomi.

Selain emas, perak dan platinum, Afghanistan juga mempunyai cadangan besar barang tambang lain seperti, bijih besi, uranium, seng, gas alam dan tembaga. Afghanistan, menurut beberapa laporan penelitian, bahan berpotensi bisa menjadi produsen litium yang digunakan sebagai bahan dasar baterai telepon pintar dan mobil elektrik terbesar di dunia.

Namun, kekurangan prasarana, seperti jalan dan jaringan kereta, yang dibutuhkan untuk mengekspor konsentrat tembaga dan bijih besi, korupsi, birokrasi yang kacau dan persoalan keamanan membuat pemerintah di Kabul tidak bisa menggenjot sektor pertambangan.

Banyak dari data awal kekayaan tambang itu diambil pada masa pendudukan Uni Soviet pada 1980an. Hingga kini belum ada survei baru karena tidak ada dana untuk mengirim para geolog dan insinyur asing untuk mengunjungi wilayah tambang yang umumnya terpencil.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu