Jakarta Aktual.com – Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi mengaku terkejut ketika Chief Executive Officer Freeport-McMoRan, Richard C Adkerson seketika menyetujui semua tuntutan pemerintah Indonesia.
Tuntutan yang dimaksud meliputi perubahan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Khusus Pertambangan (IUPK), pembangunan smelter dalam 5 tahun, divestasi 51% serta peningkatan pendaptan negara dari pajak dan royalty.
Padahal seminggu sebelumnya, Freeport, melalui juru bicaranya, membantah klaim Menteri Jonan bahwa Freeport sudah menerima divestasi saham 51%.
“Persetujuan Freeport itu menunjukkan bahwa posisi Indonesia saat itu di atas angin dalam proses perundingan dengan Freeport. Hanya persetujuan Freeport terkait syarat IUPK untuk smelterisasi dan divestasi saham 51% masih harus dirundingkan lebih lanjut,” ujar dia secara tertulis, Senin (9/10)
Tak lama setelah persetujuan, dia kembali kaget oleh surat tanggapan Freeport kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, yang menolak semua usulan Pemerintah Indonesia terkait mekanisme dan penetapan harga saham.
Salah satunya, Freeport menolak usulan pemerintah dalam penetapan harga divestasi 51% saham yang memperhitungan asset dan cadangan hanya hingga 2021. Dalam suratnya, Freeport tetap bertahan bahwa penetapan harga divestasi saham yang mencerminkan nilai saham pasar wajar harus memperhitungan asset dan cadangan hingga 2041.
“Penolakan itu sempat mengemuka di publik seakan Freeport menolak divestasi 51% saham. Padahal yang ditolak Freeport adalah mekanisme dan metode penetapan harga saham, bukan menolak divestasi 51% saham Freeport, seperti yang sudah disetujui Freeport,” tuturnya.
Namun disayangkan, di tengah kekeliruan pemahaman publik itu, pemerintah justru mempertontonkan ketidak-solidan di hadapan publik.
“Menteri Jonan mengatakan di media bahwa tugas Kementerian ESDM dalam berunding dengan Freeport sudah selesai pada saat Freeport telah menyetujui perubahan dari KK ke IUPK. Perundingan selanjutnya terkait mekanisme dan metode penetapan harga divestasi 51% saham dan penetapan tax regime merupakan tugas Menteri keuangan,” ujar dia.
Sedangkan di Pihak lain, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan hal yang serupa bahwa tugasnya hanya menyiapkan Holding BUMN Tambang, yang akan melakukan divestasi, jika perundingan Freeport dengan Jonan dan Sri Mulyani sudah selesai.
Oleh karena itu, sikap ketiga menteri tersebut selain menunjukkan ketidaksolidan, juga menunjukkan bahwa perundingan dengan Freeport seolah dilakukan secara parsial, bukan secara komprehensif sebagai satu kesatuan atas nama pemerintah Indonesia. Ketidaksolidan ini dikhawatirkan dapat melemahkan posisi pemerintah dalam proses perundingan dengan Freeport yang masih berlangsung.
“Untungnya, Presiden Joko Widodo tanggap ing sasmito terhadap potensi ketidaksolidan ketiga meterinya. Jokowi buru-buru kembali meminta Menteri ESDM, Ignasius Jonan, kembali terlibat dalam negosiasi bersama PT Freeport Indonesia. Sebelumnya, Jonan tidak lagi terlibat dalam negosiasi dengan Freeport Indonesia, setelah Freeport menyetujui kerangka dasar perubahan dari KK ke IUPK beserta ketiga persyaratan IUPK,” tutur dia.
Yang terpenting dia mengingatkan tim perudingan yang merepresentasikan ketiga kementerian tersebut harus tegas dan tidak terkecoh dengan akal-akalan Freeport.
Dia mengungkapkan modus akal-akalan dalam divestasi saham pernah diterapkan oleh Freeport pada saat menjalankan kewajiban divestasi 10% saham pada tahun lalu. Dalam penetapan harga saham yang ditawarkan kepada pemerintah, Freeport memasukan variabel asset dan cadangan hingga 2041, seperti yang diusulkan kali ini.
Dampaknya, harga jual saham Freeport sangat tinggi, bahkan dinilai over value. Pada saat itu, Freeport menawarkan 10,64% sahamnya senilai 1,7 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp. 22,1 triliun (US$ 1 setara Rp. 13.000). Dengan harga setinggi itu, pemerintah tidak sanggup untuk membelinya, Akhirnya, Freeport tetap saja menggegam mayoritas saham sebesar 90,64%, sedangkan Indonesia hanya 9,36% selama 50 tahun terakhir.
“Berdasarkan modus akal-akalan Freeport dalam penetapan harga saham sebelumnya, pemerintah harus tetap tegas untuk mempertahankan tuntutannya dalam perundingan dengan Freeport. Kalau Freeport tetap saja menolak metode penetapan harga usulan pemerintah, maka pemerintah bisa mengajukan opsi untuk mengambil alih Freeport pada 2021, pada saat KK berakhir,” pungkas dia.
Pewarta : Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs





















