Jakarta, aktual.com – Tugas seorang ulama di bumi ini adalah meneruskan ajaran Nabi Muhammad agar bisa diajarkan dan dijaga untuk generasi berikutnya. Selain itu, mereka diwajibkan untuk menyampaikan dakwah yang pernah dibawakan oleh Rasulullah, baik kepada masyarakat umum maupun pemimpin. Namun, terkadang pemimpin yang mendengar dakwah ini merasa tidak nyaman dan bahkan bisa menahan atau mengancam ulama, seperti yang terjadi dalam kisah Hasan al-Bashri.
Pada suatu waktu, Hajjaj membangun istana mewah untuk dirinya di kota Wasit. Setelah selesai pembangunan, ia mengundang orang untuk melihat dan mendoakannya. Hasan al-Bashri tidak ingin melewatkan kesempatan ini di mana banyak orang berkumpul. Ia memberikan ceramah, mengingatkan orang-orang untuk menjaga sikap merendahkan diri terhadap dunia dan mendorong mereka untuk mencari keberkahan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Begitulah, ketika Hasan al-Bashri tiba di tempat itu dan melihat begitu banyak orang-orang mengelilingi istana yang megah dan indah dengan halamannya yang luas, beliau berdiri untuk berkhutbah. Di antara yang beliau sampaikan adalah, “Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang paling kejam dan kita dapati Fir’aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun kemudian Allah membinasakan Fir’aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj bahwa penghuni langit telah membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya,”.
Beliau terus mengkritik dan mengecam hingga beberapa orang mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya berhenti, “Cukup Wahai Abu Sa’id, cukup,”.
Namun Hasan al-Bashri berkata, “Wahai saudaraku, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia dan tak boleh menyembunyikannya,”.
Keesokan harinya Hajjaj menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya dengan memendam amarah dan berkata keras, “Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorang pun dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai para pengecut!”.
Hajjaj memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh polisi untuk menangkap Hasan al-Basri.
Hasan al-Basri dihadirkan, semua mata tertuju padanya, dan hati semua orang berdegup cepat saat mereka menanti nasibnya. Begitu Hasan al-Basri melihat algojo beserta pedang yang sudah tersiap di dekat tempat eksekusi, dia menggerakkan bibirnya untuk membaca sesuatu. Kemudian, dengan tekad yang teguh seperti seorang yang beriman, bermartabat seperti seorang muslim, dan penuh kehormatan seperti seorang pendakwah di jalan Allah, dia mendekati Hajjaj.
Demi melihat ketegaran yang demikian, mental Hajjaj menjadi ciut. Terpengaruh oleh wibawa Hasan al-Basri, dia berkata ramah: “Silahkan duduk di sini wahai Abu Sa’id, silahkan,”.
Semua yang hadir menjadi kagum dan heran menyaksikan sikap yang tidak biasa dari amir mereka, yang dengan ramah mempersilahkan Hasan al-Basri duduk di kursinya. Sementara itu, dengan ketenangan dan kehormatan yang terpancar dari dirinya, Hasan al-Basri duduk dengan anggun di tempat yang disediakan. Hajjaj memandangnya dan mulai mengajukan berbagai pertanyaan seputar agama, yang kemudian dijawab oleh Hasan al-Basri dengan cara yang menarik dan mencerminkan pemahamannya yang luas.
Merasa cukup dengan pertanyaan yang diajukan, Hajjaj berkata, “Wahai Abu Sa’id, Anda benar-benar tokoh ulama yang hebat,”. Dia semprotkan minyak ke jenggot Hasan al-Basri lalu diantarkan sampai di depan pintu.
Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan al-Basri berkata, “Wahai Abu Sa’id sesungguhnya Hajjaj memanggil Anda untuk suatu urusan yang lain. Ketika Anda masuk dan melihat algojo dengan pedangnya yang terhunus, saya lihat Anda membaca sesuatu, apa sebenarnya yang Anda lalukan ketika itu?”.
Beliau berkata, “Aku berdoa ‘Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim,'”.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain