Jakarta, Aktual.com – Persidangan perkara Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT), Senin (3/9) depan diagendakan mendengarkan pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu diajukan sebagai pesakitan ke Pengadilan Tipikor Jakarta sejak 14 Mei silam dengan dakwaan memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara.

Belasan saksi baik yang diajukan oleh JPU mau pun oleh Penasehat Hukum telah selesai didengar. Agenda pemeriksaan terdakwa juga telah dilakukan.

Ada sesuatu yang menarik mengikuti proses persidangan ini, yakni ketika Ahli Hukum Pidana Andi Hamzah selaku saksi ahli seakan “memberi kuliah pencerahan” tentang “Actus Reus” dan “Mens Rea”, dua unsur dasar yang harus dipenuhi dalam suatu perkara pidana.

Guru besar ilmu hukum Universitas Trisaksi melihat dua elemen prinsipil yang dipersyaratkan itu yakni perbuatan melawan hukum (pidana) itu sendiri (actus reus) dan niat atau iktikad yang melatarinya (mens rea) tidak ada dalam perkara Syafruddin Temenggung ini.

Tentang mens rea atau iktikad/motif, guru besar ilmu hukum Universitas Trisaksi itu mengingatkan di muka persidangan bahwa tanpa mens rea tidak ada tindak pidana. Kalau tidak ada mens-reanya, dia lepas dari segala tuntutan hukum.

“Memperkaya orang lain mesti ada motifnya. (Sjamsul) Nursalim ada hubungan keluarga dengan itu (Syafruddin) gak? Tidak ada kan? Jadi untuk apa memperkaya dia (Sjamsul Nursalim). Dimana otaknya? Memperkaya orang lain kemudian merugikan negaranya sendiri? Tidak masuk akal kan? (Kecuali) kalau dia berbuat itu karena ada ada suap. Suap atau kickback itu samasekali tidak ada dalam dakwaan terhadap Syafruddin,” tegas Andi Hamzah di muka persidangan beberapa waktu lalu.

Andi Hamzah kemudian juga meragukan adanya unsur actus reus. Ia menunjuk pada Audit BPK tahun 2002 yang menyatakan tidak ada kerugian negara dan audit BPK 2006 yang menyimpulkan Surat Keterangan Lunas layak diberikan.

“Kalau begitu, perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain tidak ada. Tidak ada kerugian negara. Di mana unsur pasal 2 UU Tipikor (perbuatan) itu?,” kata dia.

Namun ia pun menunjuk adanya audit yang baru, yakni audit BPK 2017 yang menyatakan ada kerugian negara, “Mana yang dipegang? Apakah yang dulu atau yang sekarang? Yang ditimpalinya sendiri, “tentu yang dulu! Kan perbuatan dilakukan waktu dulu”.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby