Personel darurat terlihat di lokasi ledakan di luar stasiun metro di Brussels, dalam foto yang diambil dari rekaman video, Selasa (22/3). ANTARA FOTO/REUTERS/Reuters TV/djo/16

Jakarta, Aktual.com – Akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang pernah studi S3 di Brussel Dr Intan I Soeparna menyatakan bahwa Ibu Kota Belgia itu sebenarnya dikenal sebagai kota yang tidak anti-diskriminasi.

“Jadi, ketika ada serangan teroris di Bandara Zaventem dan Stasiun Metro Malbeek, saya termasuk orang yang sangat kaget, karena selama enam tahun tinggal di Brussel, dan bagi saya termasuk ibu kota yang aman,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (27/3).

Ketika diminta tanggapan mengenai apa yang terjadi di Brussel itu, staf pengajar Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unair itu menambahkan Brussel sebagai kota yang anti-diskriminasi juga dirasakannya dalam kapasitasnya sebagai seorang Muslim.

“Saya sebagai Muslim dan pendatang tidak pernah menerima perlakuan yang diskriminasi dari warga Brussel atau pemerintah di sana,” katanya.

“Bahkan warga Brussel tidak mengaitkan Islam dan Muslim dengan tindakan terorisme, karena keterlibatan seseorang dengan ISIS,” tambah doktor lulusan Vrije Universiteit Brussel, Belgia itu.

Apalagi, kata dia, tindakan terorisme memang tidak bisa dikaitkan secara harfiah bahwa itu atas perintah Islam.

Bukti lain bahwa Brussel tidak anti-diskriminasi, kata dia, karena terdapat banyak sekali warga asing yang bekerja atau studi di sana.

Serangan teroris di Brussel, katanya, memang terkait dengan serangan teroris di Paris, Prancil tahun lalu.

Pemboman di Zaventem dan Stasiun Metro Malbeek, seperti disampaikan pemerintah Belgia dilakukan oleh dua kakak beradik Khalid dan Ibrahim El Bakraoui, sebagai dampak dari ditangkapnya Salah Abdeslam, pelaku serangan teror di Paris, Prancis.

Mereka adalah warga Molenbeek, bagian Kota Brussel di mana warga Muslim pendatang dari Maroko, Turki, dan Suriah tinggal.

Kakak beradik El Bkraoui ini memang mengungkapkan — dalam audio pesan di sebuah “laptop” yang ditemui di sekitar Brussel, bahwa mereka tidak mau “bernasib sama” dengan Abdeslam.

Terlebih lagi pihak intelijen Eropa menyatakan bahwa mereka kaki tangan ISIS. Terbukti adanya klaim dari ISIS yang menyatakan bertanggung jawab.

Negara-negara anggota Uni Eropa (UE) sendiri telah berkomitmen untuk secara bersama-sama memberantas terorisme untuk melindungi warganya. Untuk itu, pada 2005 “the Council of EU” mengadopsi “the EU Counter Terrorism Strategy (strategi pemberantasan terorisme).

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara