Menteri BUMN Rini Soemarno menyampaikan paparan kinerja BUMN 2015 di Gedung Kementerian BUMN Jakarta, Selasa (19/1). Total pendapatan BUMN dari 118 perusahaan pada 2015 mencapai Rp1.728 triliun atau mengalami penurunan daripada tahun sebelumnya yang mencapai sebesar Rp1.931 triliun. Pada 2016 ditargetkan pendapatan meningkat menjadi Rp1.969 triliun. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/kye/16

Jakarta, Aktual.com — Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan soko guru dalam menggerakkan ekonomi rakyat. Melalui BUMN, rakyat tercerahkan melalui pemberdayaan dan kerjasama dengan berbagai kelompok masyarakat. Dari kelompok petani, kelompok nelayan, usaha kecil masyarakat, hingga kelompok masyarakat kecil lainnya.

Sayangnya, dibawah komando Menteri BUMN Rini Soemarno, BUMN justru tidak berpihak pada kepentingan wong cilik. BUMN justru sibuk dengan kebijakan demi kebijakan yang berpihak pada kepentingan segelintir orang, tidak terkecuali kepentingan asing.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat), Hendrik Sirait, saat dihubungi Aktual.com, Senin (21/3).

Menurutnya, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi Presiden Joko Widodo me-reshuffle Rini Soemarno dari jabatannya sebagai Menteri BUMN. Hal itu penting dilakukan agar ke depan program besar Nawa Cita kembali ke jalan yang benar.

“Tanpa mengurangi rasa hormat, Presiden sebaiknya mencopot Rini sebagai Menteri BUMN. Dia telah gagal dalam soal kinerja, minim prestasi. Ada lagi, Sudirman Said. Keduanya tidak mencerminkan orang pemerintahan, karena selalu berpihak pada kepentingan asing,” jelasnya.

Sudirman Said, lanjut Hendrik, dalam pengelolaan Freeport hingga Blok Masela juga sangat terlihat bagaimana keberpihakannya. Dikiranya putra-putri bangsa ini tidak mampu mengelola sumber daya alam yang ada.

“Soal kontrak karya, Freport sampai Blok Masela, dia (Sudirman Said) ini ngeblok ke asing. Saya banyak kawan, mereka ahli tambang, anak-anak bangsa sendiri. Mereka saya tanya ‘Memang kita cuma bisa jadi pegawai doang’, dijawab bahwa kita sebenarnya mampu,” bebernya.

“Ingat enggak tahun 98 lalu, seluruh orang asing di Freeport itu pulang ke negara masing-masing, lalu diserahkan ke orang-orang kita. Hasilnya, bisa jalan, bahkan untung, ini soal political will. Sekarang negara mau enggak mengelola sumber daya alam sendiri,” sambung Hendrik.

Artikel ini ditulis oleh: