Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai usulan pemerintah memasukkan poin yang akan mempersulit calon anggota legislatif dari kalangan artis sangat mengada-ada dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.

“Sama sekali tak ada dasar konstitusional dan alasan prinsip yang memungkinkan aturan ini diberlakukan. Bahkan tak ada argumen faktual yang menjadikan pikiran mempersulit para artis menjadi caleg,” terang Ray dalam keterangan tertulisnya kepada Aktual.com, Rabu (24/8).

Ia menyatakan, memang ada beberapa anggota legislatif dari artis yang kenyataannya tidak cukup mumpuni menjadi anggota legislatif. Akan tetapi membatasi kalangan artis menjadi caleg dalam bentuk aturan sama saja merobek-robek prinsip kesetaraan dalam politik.

“Pikiran ini juga ambigu. Pemerintah memperberat aturan caleg dari artis tapi pada saat yang sama tidak melakukan apapun bagi caleg mantan napi koruptor atau napi-napi kejahatan lainnya,” jelasnya.

Padahal, kejahatan tindak pidana korupsi sudah dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa dengan sanksi yang seharusnya luar biasa pula. Salah satunya jalan misalnya dengan mempersulit kehadiran mereka pada jabatan-jabatan strategis publik.

Selain tak bersikap keras pada mantan napi koruptor, lanjut Ray, aturan ini ambigu pada kenyataan maraknya politik dinasti. Politik dinasti telah merenggut makna kompetisi dalam politik. Politik dinasti dan mantan napi koruptor dalam politik jelas jauh lebih banyak mudharatnya daripada keterlibatan artis dalam politik.

“Politik dinasti dan mantan koruptor jelas tak memberi sumbangan berharga bagi pertumbuhan dan penguatan demokrasi. Sebaliknya hal ini menjadi benalu dalam demokrasi,” ucap dia.

Usulan pemerintah tersebut menurutnya sama saja mengatur hal yang sebenarnya tak perlu diatur. Sebaliknya membiarkan begitu saja hal yang sejatinya perlu diatur dengan mempersulitnya, tak dilakukan pemerintah.

“Soal kualitas anggota dewan tak bisa dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Selain tak memiliki alat ukur yang jelas, kualitas itu juga terkait dengan sikap fraksi dan partai politik,” kata Ray.

“Kenyataannya, bukan hanya caleg artis, caleg dari non artis juga dapat memiliki masalah yang sama. Oleh karena itu, masalah seperti ini tak bisa dikaitkan dengan aturan, tapi ia dibuat dengan cara terus-menerus mendesakan proses rekrutmen yang sehat di partai politik,” sambungnya. (Soemitro)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid