Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidak terima dipecat dari Partai Keadilan Sejahtera saat memberikan keterangan pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/4). Fahri merasa tidak mempunyai kesalahan yang membuatnya harus dipecat dari partai, jika yang dipermasalahkan adalah sikap dan gaya bicaranya, maka itu tidak bisa dijadikan alasan ujarnya. FOTO: AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan Presiden Joko Widodo harus bertanggung jawab atas status kewarganegaraan Arcandra Tahar setelah ia diberhentikan secara hormat dari jabatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Arcandra kehilangan status WNI setelah memilih kewarganegaraan Amerika Serikat (AS) melalui proses naturalisasi pada 2012. Sementara, undang-undang AS menyatakan kewarganegaraan seseorang hilang saat dirinya menjadi pejabat atau pengambil kebijakan di negara lain, sehingga diduga saat ini Arcandra tidak memiliki kewarganegaraan atau “stateless”.

“Apalagi kalau memang benar dia (Arcandra) sudah mengundurkan diri dari kewarganegaraan AS maka Presiden harus tanggung jawab karena dia yang mengundang Arcandra (menjadi menteri),” kata Fahri sebelum mengikuti Sidang Tahunan MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, Arcandra yang merupakan ahli teknik pertambangan lepas pantai (offshore), mewakili suatu kelompok generasi Indonesia dengan talenta luar biasa. (Baca: Arcandra Jadi Korban, Presiden Tidak Cermat Memilih)

Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melanjutkan pendidikan dan bermukim di Amerika Serikat sejak 1996 itu juga memiliki tiga paten migas bidang rekayasa lepas pantai (offshore engineering).

“Sayang kalau orang seperti Pak Arcandra ini tidak dimanfaatkan. Saya dengar keahliannya itu sangat diperlukan oleh negara kita dalam melakukan penilaian terhadap sektor migas dan energi,” kata Fahri.

Dalam hal ini, ia mengusulkan agar Arcandra bisa diposisikan pada jabatan yang tidak mempersoalkan status WNI agar keahlian dan keterampilan pria asal Padang, Sumatera Barat, itu bisa tetap dimanfaatkan bagi pembangunan negara.

“Mencontoh AS yang bisa besar karena menerima imigran, Indonesia harus menerima kalau ada putra lokal ingin pulang dan kembali. Harus ada tempat,” tutur Fahri.

Jika Arcandra ingin kembali menjadi WNI, ia harus tinggal paling singkat lima tahun berturut turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut sesuai ketentuan Pasal 9 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid