Jakarta, Aktual.com — Kementeri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan berharap Komisi Penyiaran Indonesia dapat menjadi penentu rating, untuk siaran publik yang ditayangkan lembaga penyiaran milik pemerintah maupun swasta.

“Saya sangat prihatin dengan tayangan televisi saat ini dimana lembaga penyiaran di Indonesia banyak yang berkiblat pada lembaga rating Nielsen,” kata Asisten Deputi Koordinasi Informasi Publik, Humas dan Kehumasan dari Kemenkopolhukam Fatnan Harun di Denpasar, Rabu (28/10).

Menurut dia, metode dan prosedur penetapan yang digunakan lembaga rating Nielsen dalam menentukan reting penyiaran di stasiun televisi itu masih diragukan kebenarannya.

“Terus terang sedikit curiga, karena lembaga penyiaran yang meraih rating tertinggi kebanyakan dari tontonan yang tidak mendidik untuk publik,” ujarnya.

Oleh sebab itu, pihaknya meyakini KPI mampu difungsikan sebagai penentu rating isi siaran di Indonesia sehingga pedomannya lebih jelas, tanpa harus membuat lembaga baru untuk itu.

“Oleh sebab itu, pihaknya mendukung Komisi Penyiaran Indonesia agar tidak berkiblat ke hasil reting Nelson,” ujarnya.

Dia mengakui, KPI juga memiliki Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Prosedur Penyiaran (P3SPS) yang merupakan parameter untuk menetapkan rating itu sendiri.

Menurut dia, ada hal yang menjadi tanda tanya bahwa siaran telivisi yang tidak memilliki efek baik untuk masyarakat, namun justru ratingnya lebih tinggi, sehingga yang menjadi korban publik itu sendiri.

Dia mencontohkan, seperti siaran televisi lokal di Jawa Timur yang mempublis acara sinetron, yang menunjukkan adegan kekerasan dan ratingnya tinggi. Kemudian, sinetron yang menyuguhkan cerita khayalan dan mimpi cenderung ratingnya tinggi, karena digemari ibu-ibu.

“Saya melihat sinetron yang seperti ini justru tinggi, padahal itu tidak masuk akal,” ujarnya.

Dia menambahkan, selama kunjungannya ke 10 Provinsi di Indonesia praktek kriminalisasi terhadap pers itu masih banyak terjadi, dan munculnya wartawan tidak jelas banyak terjadi.

Kemudian, banyak pejabat publik yang tidak mengetahui adanya hak jawab dan hak korisi terkait pemberitaan di media dan proses sertifikasi wartawan yang belum terlihat baik.

Dia mengatakan media penyiaran di Bali cukup maju dan berkembang dengan total jumlahnya mencapai 58 lembaga penerbitan. “Untuk saat ini sudah terlihat sertifikasi wartawan terlihat baik dan kuantitasnya semakin banyak,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu