Ratusan umat muslim dari berbagai elemen melakukan aksi didepan Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (1/2/2017). Dalam aksinya ratusan umat muslim melakukan mengawal Imam Besar FPI, Panglima LPI Munarman dan Ketua GNF-MUI Bachtiar Nasir untuk dimintai keterangannya terkait kasus pemufakatan makar yang menjerat Sri Bintang Pamungkas. AKTUAL/Munzir
Ratusan umat muslim dari berbagai elemen melakukan aksi didepan Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (1/2/2017). Dalam aksinya ratusan umat muslim melakukan mengawal Imam Besar FPI, Panglima LPI Munarman dan Ketua GNF-MUI Bachtiar Nasir untuk dimintai keterangannya terkait kasus pemufakatan makar yang menjerat Sri Bintang Pamungkas. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Muhammad Ismail Yusanto mengaku anggotanya di sejumlah daerah kerap mengalami intimidasi pasca-pengumuman rencana pembubaran oleh pemerintah pada 8 Mei 2017 lalu. Tindakan intimidasi tersebut dilakukan oleh aparat keamanan dan ormas lainnya.

Bahkan, menurut Ismail, anggota HTI kerap dilarang untuk melakukan kegiatan keorganisasian. Hal itu dia ungkapkan di sela-sela jumpa pers terkait pembentukan Tim Pembela-HTI di kantor Yusril Ihza Mahendra, Jakarta Selatan, Selasa (23/5).

“Meski HTI blum resmi dinyatakan dibubarkan tapi sudah ada gangguan dan intimidasi yang dialami oleh anggota kami di berbagai tempat,” ujarnya.

Menurut Ismail, tindakan intimidasi tersebut ditenggarai oleh beredarnya formulir berita atau surat telegram Menteri Dalam Negeri yang ditujukan kepada gubernur, bupati, walikota dan kepala Kesbangpol untuk melarang aktivitas HTI.

Formulir berita tersebut dibuat Mendagri pada 9 Mei lalu, atau sehari setelah pengumuman pembubaran HTI oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto.

Pada kesempatan tersebut, Ismail sempat menunjukkan surat tersebut kepada seluruh wartawan yang hadir.

“Kami dapat fotocopy telegram yang dalam poinnya melarang segala bentuk kegiatan dan aktivitas HTI dilarang di berbagai daerah,” tuturnya.

Ismail berpendapat larangan Mendagri tidak seharusnya dikeluarkan. Pasalnya, hingga kini belum ada putusan resmi dari pengadilan sehingga HTI masih berstatus organisasi legal berbadan hukum perkumpulan dan terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM pada 2 Juli 2014.

“Sebagai organisasi legal, HTI memiliki hak konstitusional untuk melakukan dakwah. Seharusnya itu yang dijaga oleh pemerintah,” tutupnya.

Laporan: Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan
Editor: Andy Abdul Hamid