Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad memenuhi panggilan Bareskrim Polri di Jakarta, Rabu (24/6). Pada panggilan itu Abraham Samad diperiksa sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan kekuasaan atas laporan Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia, M Yusuf Sahide. ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna/Rei/ama/15.

Jakarta, Aktual.com — Polda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) telah melakukan proses tahap dua perkara pemalsuan dokumen, yang menjerat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Abraham Samad.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto mengatakan, bahwa Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan telah menerima pelimpahan tahap dua yakni barang bukti dan tersangka dari Polda Sulselbar.

“Saya sudah dapat laporan dari Aspidum Kejati Sulsel hari ini benar ada pelimpahan tahap II perkara AS,” kata Amir, Selasa (22/9) malam.

Meski proses tahap dua telah dilakukan, Amir menegaskan pihak Kejati Sulsel tak melakukan penahanan terhadap Abraham Samad. “Dia tidak ditahan, sesuai pertimbangan objektif dan subjektif ya,” ujar Amir.

Kejagung, lanjut Amir tetap meminta pihak Kejati Sulsel tetap melanjutkan penegakan hukum secara profesional. Hal ini agar kasus ini dapat segera dilimpahkan ke pengadilan.

“Jadi kalau memang sudah diteliti nanti berkasnya, jika bisa dilimpahkan langsung ke pengadilan. Kita akan lihat nanti seperti apa. Itu sudah diatur kok dalam KUHAP,” kata Amir.

Seperti diketahui pada 31 Agustus 2015 lalu, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan telah menyatakan bahwa berkas perkara mantan aktivis antikorupsi asal Makassar, Sulawesi Selatan itu telah lengkap (P21).

Polda Sulselbar menetapkan Samad sebagai tersangka pada Selasa, 17 Februari 2015. Dia diduga memalsukan dokumen milik seorang wanita bernama Feriyani Lim, 28 tahun. Samad dituduh membantu Feriyani Lim mencantumkan nama Feriyani dalam kartu keluarganya untuk kemudian digunakan Feriyani dalam membuat paspor.

Atas perbuatan itu, dia dijerat Pasal 263, 264, 266 KUHP dan Pasal 93 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah dilakukan perubahan pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu