Jakarta, Aktual.co — Bank Indonesia memprediksi dampak kebijakan penaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi akan terjadi selama tiga bulan di Provinsi Riau, yang artinya tingkat inflasi akan kembali normal pada Februari tahun 2015.

“Perkirakaan kita paling lama dampaknya tiga bulan. Setelah tiga bulan akan kembali ke titik stabil, artinya pada Februari 2015 akan kembali ke titik normal,” kata Pemimpin BI Perwakilan Riau, Mahdi Muhammad, Minggu.

Mahdi menilai, kebijakan jangka pendek untuk menekan dampak penaikan harga BBM subsidi sudah diterapkan oleh BI. Setelah Presiden Joko Widodo menetapkan penaikan BBM bersubsidi, BI langsung memutuskan menaikan suku bunga (BI rate) sebesar 25 basis poin. Alhasil, setelah 13 bulan berada di kisaran 7,5 persen pada tahun ini, sekarang BI rate dipatok di level 7,75 persen.

“Untuk jangka pendek, pengendalian likuiditas dengan menaikan suku bunga sudah tepat yang seharusnya dilakukan,” kata dia.

Sedangkan untuk jangka panjangnya, Mahdi menilai Pemprov Riau perlu mencari solusi disektor pangan yang selama ini menjadi punyumbang inflasi terbesar. “Inflasi kita paling besar di pangan. Kami sudah bicara dengan Pemprov Riau supaya produksi pangan bisa ditingkatkan,” kata dia.

Dia mengatakan, setiap tahun Riau selalu defisit 240 ribu ton beras dan bergantung ke pasokan dari luar daerah, seperti Jawa dan Sumatera Barat. Hal tersebut membuat sektor pangan sangat rentan dampaknya terhadap inflasi daerah. Menurut dia, hal yang perlu diperhatikan adalah dengan mencoba mendongkrak produksi padi yang kini baru sekitar 3,67 ton per hektare gabah kering giling.

“Kalau bisa naik sekitar 20 persen saja, itu akan sangat membantu. Efeknya sangat besar untuk kestabilan harga terjaga, dan juga meningkatkan kesejahteraan petani,” kata dia.

Dia mengatakan, peningkatan produktivitas sektor pertanian memerlukan peran pemerintah untuk membangun lebih banyak infrastruktur, irigasi, dan pengembangan teknologi.

BI sebelumnya juga telah memperkirakan dampak kenaikan BBM subsidi terhadap inflasi di Riau akan bertambah hingga paling tinggi mencapai 1,53 persen pada bulan November ini. Dia memberi contoh ketika penaikan harga dilakukan pada November, maka inflasi yang saat kondisi normal misalkan mencapai satu persen akan meningkat paling tinggi bisa menjadi 2,53 persen.

Dalam asumsi tersebut, BI menganalisa dampak langsung penaikan harga BBM sebesar Rp 2.000 per liter adalah sebesar 1,24 persen terhadap inflasi dari komponen bahan bakar. Sedangkan, dampak tak langsung mencapai 0,29 persen seperti dari kenaikan harga bahan pangan dan transportasi.

“Namun, simulasi ini belum memasukkan faktor ekspektasi. Kalau terlalu lama kebijakan kenaikan harga diumumkan, dampak psikologisnya akan semakin panjang terasa,” kata dia.

Mahdi menjelaskan, faktor ekspektasi berkaitan dengan psikologis masyarakat yang bisa muncul jelang kenaikan harga BBM, di antaranya seperti penimbunan BBM dan bahan pangan tertentu. Menurut dia, cara menekan faktor ekspektasi adalah dengan mengambil kebijakan kenaikan harga disaat yang tepat dan jangan diputuskan terlalu lama yang akan menimbulkan ketidakpastian.

“Ekspektasi ini berkaitan dengan kepastian waktu dan harga,” kata dia.

Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, laju inflasi tahun kalender di Riau per Oktober 2014 tercatat 4,77 persen, dan laju inflasi tahunan (year on year) mencapai 5,54 persen.

Artikel ini ditulis oleh: