Jakarta, Aktual.com — Kesaksian dari seorang Arief Gunawan Rachmat mengisahkan sosok pembela Blok Gas Masela yang dikaguminya, yakni Rizal Ramli yang dikenal ‘jurus Rajawali Ngepret’. Arief mengungkapkan; efek dari keputusan Blok gas Masela dilelolah secara onshore (di darat) mengundang harapan (magnitude) yang besar sekali

Masyarakat Ambon dan Kepulauan Maluku sekarang sedang dilanda euphoria semangat optimisme dan harapan baru berupa perubahan nasib kehidupan yang lebih baik dari manfaat multi player effect untuk kesejahteraan di sana.

Dia mengungkapkan saat mengunjungi Maluku akhir April lalu, dia masih terkagum-kagum pada wilayah yang disebut oleh Ibnu Batutah sebagai Tanah Raja-Raja atau Aljazirah Almuluk (Maluku), kekagumannya pada pulau itu tak kunjung padam sejak dia mengunjungi tanah itu tujuh belas tahun silam ketika dia masih berprofesi sebagai jurnalis.

Namun kali ini dia kembali datang sebagai man on the street untuk mendengar degup jantung harapan rakyat di sana. Dia mengamati insan media massa lokal sedang ramai menyiarkan rencana kunjungan Menko Maritim dan Sumberdaya Rizal Ramli yang akan memberikan ceramah di Universitas Pattimura, Ambon.

“Tema ceramah yang merupakan kuliah umum tersebut diberi topik mengenai paradigma baru pemanfaatan ladang gas abadi blok Masela untuk pengembangan wilayah Maluku khususnya dan Indonesia Timur umumnya,” tutur Arief dalam ceritanya, Selasa (7/6).

Kemudia dia hanyut terharu melihat pajangan poster dalam ukuran besar betebaran dengan poto sang Rajawali Ngepret (Rizal Ramli) menyemarakkan pandangan pada setiap sudut kota Ambon. Dia mencoba meyakinkan dirinya dan mengatakan bahwa suatu kepantasan untuk memperlakukan seorang tokoh penggerak perubahan yang dikaguminya itu.

“Sebuah sambutan yang walaupun terbilang sangat sederhana tetapi terasa hangat dan punya makna yang sangat besar, karena selama ini Rizal Ramli adalah orang yang berdiri paling depan dalam persoalan gas Masela. Dia tokoh yang paling lantang, jelas, dan berani menyuarakan keberpihakan kepada masyarakat Maluku,” pujinya.

Selanjutnya dia melebur bersama emosi masyarakat Ambon, mulai dari lapisan bawah sampai kalangan atas memiliki kegelisahan yang dibalut rasa penasaran akan sosok pembela Masela

Suatu kejadia katanya, saat dia melakukan tindakan iseng dengan cara memotret poster Rizal Ramli di Jl Pasar Merdeka Kota Ambon, tiba-tiba dia dihampiri tukang becak yang sedang standby di pangkalan sana, saat itu terjadi perbincangan dan si tukang becak menanyakan atas aksinya memotret poster idolanya.

“Dia tanya kenapa saya memotret poster Rizal Ramli. Saya jelaskan bahwa Menko Rizal Ramli besok akan datang ke Ambon, mengunjungi Pantai Liang untuk sebuah acara. Kemudian tukang becak itu berbicara dalam dialek setempat pada teman-temannya sesama tukang becak, dan selanjutnya mengatakan kepada saya bahwa mereka ingin sekali datang ke Pantai Liang untuk melihat Rizal Ramli, mereka ingin mendengarkan lebih banyak lagi tentang Masela dari Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur itu,” ujar Arief.

Selai itu dikemudian hari, Arief juga berjumpa dengan guru besar filsafat, Profesor Dr Aholiab Watloly yang ia nilai seorang sederhana dan ramah. Saat menyanyikan lagu Indonesia pembukaan kuliah umum Menko Maritim Rizal Ramli, Arief mendengar lirih merdu suara dari sang Profesor Watloly, kemudian usai menyanyi Lagu Kebangsaan, sang Guru Besar itu membisikkan dengan serak haru dan mehan tangis kepada Arief bahwa Maluku sangat membutuhkan tokoh seperti Rizal Ramli.

Arief berasumsi bahwa sang Guru Besar sedang merasa debaran sekaligus khawatir bercampur prihatin akan sosok keberadaan generasi pelajut yang akan benar-benar menjadi penyambung lidah bagi rakyat Maluku.

Pada kesempatan lain, ketika Rizal Ramli memberikan sambutan pada acara pramuka madrasah di Pantai Liang, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah, para pejabat/elit lokal setempat ikut hadir, termasuk Gubernur Maluku Said Assegaf. Sedangkan Arief sendiri duduk di belakang.

Waktu Rizal Ramli berbicara dengan gayanya yang rileks dan dengan ciri khas story telling, Arief mengamati, masyarakat seakan mendapatkan sebuah pencerahan yang memerdekakan pikiran dengan ritme anggukan-anggukan kepala yang menandakan mufakat terhadap seruan Rizal untuk menjadi bangsa pemenang dan mampu mengejar berbagai ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain di dunia.

“Nah, soal gaya pidato dengan ciri khas story telling yang kerap dibawakan oleh Rizal Ramli ini kadang-kadang saya melihat ada kemiripan dengan Bung Karno. Ini bukan berlebihan, Sukarno kalau berpidato memikat dan mengikat massa dengan gaya bercerita, berkisah, soal sejarah, soal budaya, semangat zaman, tokoh wayang, soal Mahabarata, Ramayana, dan seterusnya, bahkan soal-soal kecil yang punya makna besar, yang semuanya itu tujuannya untuk memberikan motivasi, membangun kesadaran, memberikan semangat. Sebenarnya Rizal Ramli bukan cuma mengajak kita untuk mengubah paradigma dalam hal pengelolaan sumber daya alam, seperti yang sering dikatakannya bahwa selama ini kita hanya ‘’sedot-ekspor’’ belaka,” tukas Arief

Namun tandas Arief, Rizal Ramli mengajak untuk mengubah paradigma lama yang mengingkari kenyataan Matahari Terbit Dari Timur. “Selama ini dikesankan Matahari Terbit Dari Barat, yaitu dengan memprioritaskan pembangunan di wilayah Barat Indonesia saja,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka