Jakarta, Aktual.com — Mayoritas Muslim salah paham dengan permasalahan ini. Yaitu masalah “tawassul” dengan Abbas ketika sayyidina Umar berkata, “Ya Allah, dulu kami bertawasul dengan Nabi-mu, dan sekarang kami bertawasul dengan paman Nabi-mu.” Dan di sanalah orang-orang beranggapan bahwa Sayyidina Umar bin Khattab tidak membolehkan tawassul kepada Nabi Muhammad karena Beliau (Rasulullah SAW) telah wafat.

“Sebenarnya mengenai permasalahan ini yang harus kita perhatikan adalah ini bukan hanya tawasul saja akan tetapi masalah di sini menarik dua perkara yaitu, perkara pertama adalah tawassul dan ini sesuai dengan penggunaan lafadz yang diucapkannya, “Ya Allah kami bertawassul.”, kedua yaitu, bahwa masalah disini adalah masalah kewajiban dalam amal duniawi yang harus ada seseorang yang melakukannya,” terang Ustad Dr. Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki, Senin (25/04), di Jakarta.

“Dari sini maksud dari perkataan Umar bin Khattab adalah yang berarti Hakim, Imam, khutbah, meminta hujan, dan semua itu dapat dilakukan oleh penduduk dunia, adapun penduduk barzakh, mereka tidak dapat melakukan hal tersebut. Oleh karena itu tawassul disini artinya adalah perantara seperti seorang imam salat dzuhur dialah perantara dalam salat, dan karena Rasulullah SAW telah wafat maka yang melakukan tugas beliau digantikan dengan orang lain akan tetapi orang tersebut masih memiliki hubungan dekat dengan Rasulullah SAW,” katanya lagi.

Selanjutnya, apakah kita (Muslim) boleh bertawassul kepada benda peninggalan Rasulullah SAW?

Menurut Dr Sayyid, mengenai bertawassul kepada benda peninggalan Rasulullah SAW, yang harus diluruskan adalah niatnya. Jangan sampai kita bertawassul karena niat kecintaan terhadap benda tersebut karena itu salah. Akan tetapi jika kita bertawassul karena kecintaan kita kepada Rasulullah SAW itu dibolehkan.

Karena pengertian tawassul di sini adalah perantara jadi tak ada salahnya jika kita bertawassul dengan perantara benda peninggalan kita kepada Rasulullah SAW, seperti menciumnya, atau menjaga benda tersebut karena kerinduan kita kepada Rasulullah SAW akan tetapi jangan sampai salah niat atau ditafsirkan.

“Ada sebuah riwayat dari Rasulullah SAW ketika Beliau mengunjungi Mekah, pada saat itu Beliau naik ke gunung yang dulu pernah menjadi tempat ibadahnya yaitu Gua Hira dan pada saat itu Gua Hira pun beguncang dan guncangan tersebut merupakan sebuah kerinduan Gua Hira tersebut kepada Rasulullah SAW. Subhanallah sebuah gunung saja merasakan kerinduan kepada Rasulullah SAW, bagaimana dengan kita sebagai manusia yang diberikan akal dan Pikiran oleh Allah SWT. Di mana hati dan jiwa kita, tidakkah kita rindu kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW,” ungkap Ustad Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki.

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan, bahwasannya kita diperbolehkan bertawassul kepada Rasulullah SAW karena rasa rindu kita kepada Rasulullah SAW. Namun demikian, niat kita tetap kepada Allah SWT. Maksudnya adalah walaupun kita bertawassul seperti mencium atau memeluk benda peninggalan Rasulullah SAW akan tetapi dalam hati kita jangan sampai menduakan Allah SWT.

Artikel ini ditulis oleh: