Petani memisahkan butiran padi usai panen di cibarusah, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (29/8). Musim kemarau panjang menjadi duka bagi sejumlah petani Jawa Barat. Hasil panen padi tahun ini anjlok. Tak hanya itu, pasokan air tambahan di wilayah tersebut sulit didapat, karena sumber mata air sangat minim. Sejak kemarau melanda beberapa bulan lalu, padi yang dihasilkan dua kuintal dari sepuluh petak sawah. Padahal di musim penghujan, sawah yang digarap bisa menghasilkan sembilan kuintal padi. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com — Badan Pusat Statistik mencatat nilai tukar petani di Provinsi Kepulauan Riau pada Agustus 2015 mencapai 99,81 atau turun sebesar 0,54 persen dibandingkan kondisi satu bulan sebelumnya.

“Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di Kepri pada Agustus 2015, tercatat nilai tukar petani turun sebesar 0,54 persen dibanding Juli 2015, atau turun dari 100,35 menjadi 99,81,” kata Kepala BPS Kepri, Dumagar Hutauruk, di Tanjungpinang, Minggu (6/9).

Dia menjelaskan nilai tukar petani merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan.

Nilai tukar petani juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi nilai tukar petani, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.

Penurunan nilai tukar petani pada Agustus 2015, menurutnya, disebabkan indeks yang diterima petani (indeks harga hasil produksi pertanian) turun, sedangkan indeks yang dibayar petani (indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian) mengalami kenaikan.

“Pada saat itu indeks yang diterima petani turun sebesar 0,36 persen, sedangkan indeks yang dibayar petani naik sebesar 0,17 persen,” katanya lagi.

Dari lima subsektor yang menyusun nilai tukar petani Kepri selama Agustus 2015, tercatat tiga subsektor mengalami penurunan nilai tukar petani, yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 1,19 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,77 persen, dan subsektor peternakan sebesar 0,03.

Sebaliknya, dua subsektor mengalami kenaikan NTP, yaitu subsektor hortikultura sebesar 0,58 persen, dan subsektor perikanan sebesar 0,26 persen.

“Indeks harga yang diterima petani menunjukkan perkembangan harga dari beragam komoditas hasil pertanian yang dihasilkan petani. Pada Agustus 2015, di Kepri indeks harga yang diterima petani (It) mengalami penurunan sebesar 0,36 persen dibandingkan dengan indeks yang diterima petani pada Juli 2015, yaitu turun dari 116,88 menjadi 116,46,” ujarnya pula.

Dumagar mengemukakan dari lima subsektor yang menyusun nilai tukar petani di Kepri, tercatat dua subsektor mengalami penurunan indeks yang diterima petani yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 1,01 persen, dan subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,48 persen.

Sebaliknya, tiga subsektor mengalami kenaikan indeks yang diterima petani yaitu subsektor hortikultura sebesar 0,80 persen, subsektor peternakan sebesar 0,04 persen, dan subsektor perikanan sebesar 0,34 persen.

“Indeks harga yang dibayar petani melalui indeks harga yang dibayar petani dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian,” katanya.

Menurut dia, pada Agustus 2015 di Kepri tercatat indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,17 persen dibandingkan dengan Juli 2015, atau naik dari 116,48 menjadi 116,68.

Dari lima subsektor yang menyusun nilai tukar petani Kepri pada bulan ini, tercatat semua subsektor mengalami kenaikan indeks yang dibayar petani, yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 0,18 persen, subsektor hortikultura sebesar 0,22 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,30 persen, subsektor peternakan sebesar 0,08 persen, dan subsektor perikanan sebesar 0,07 persen.

Artikel ini ditulis oleh: