Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (tengah) bersama Paslon Capres - Cawapres no urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin serta Paslon Capres - Cawapres no urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebelum debat penyampaian visi misi saat acara debat capres di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (17/1). debat pertama dua calon presiden dan calon wakil presiden ini memaparkan visi dan misinya tentang isu penegakan hukum, korupsi, HAM dan terorisme. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, aktual.com – Pengamat pertanian Dwi Andreas Santosa, mengatakan para calon presiden tidak perlu berjanji untuk menghentikan impor pangan, karena kebijakan tersebut sulit untuk dihindari.

“Tidak usah berjanji untuk mengurangi impor, karena itu dibutuhkan untuk menjaga ketahanan pangan,” kata Dwi Andreas saat dihubungi di Jakarta, Rabu (13/2).

Dwi Andreas mengatakan ketergantungan pemerintah terhadap impor pangan makin tinggi, karena produksi dalam negeri yang belum memadai.

Selain itu, tambah Guru Besar IPB ini, pemenuhan pasokan melalui impor sangat penting untuk menjaga inflasi dari bahan makanan.

“Kita mulai masuk dalam jebakan impor, karena impor meningkat sebanyak empat juta ton untuk 21 komoditas pangan dalam periode 2017-2018,” ujarnya.

Dwi Andreas menganggap janji kampanye untuk mulai mengurangi impor secara bertahap lebih realistis karena masih mungkin tercapai melalui pemenuhan dalam negeri.

“Semua tentu berharap impor turun, tapi tidak usah muluk-muluk dan tidak realistis, seperti target impor menurun 10 persen, misalnya,” katanya.

Meski demikian, ia mengakui upaya untuk meningkatkan produksi dalam negeri, bukan merupakan tindakan yang mudah, karena luas lahan pertanian makin berkurang.

Menurut rencana, debat calon presiden jilid dua akan berlangsung pada Minggu (17/2) dan akan mengangkat tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin