Hal ini mengakibatkan pengalihan kepemilikan bank kepada pemerintah, yang memulihkan kasnya saat bank dijual oleh BPPN. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan melalui audit bank-bank penerima oleh perusahaan-perusahaan internasional, beberapa bulan setelah pemberian dukungan, penyalahgunaan sebagian besar dana BLBI.

Jika penjualan BPPN tidak dapat membiayai kerugian, ini akan menjadi beban wajib pajak. Pemerintah dan BI sedang berusaha mencapai kesepakatan tentang pembagian beban.

Dari Rp. 144,5 triliun BLBI Yang dicairkan ke sekitar 48 bank swasta, audit menemukan bahwa 96% berpotensi hilang atau tidak dapat dipulihkan, 59% disalahgunakan, memberikan pinjaman tanpa agunan yang cukup, dan hanya Rp. 35 triliun dapat dipertanggungjawabkan dan sekitar Rp12 triliun telah diamankan dengan baik.

Empat bank yakni Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Central Asia (BCA), Bank Danamon dan Bank Umum Nasional (BUN), menyumbang dua pertiga dari total dana BLBI.

Kembali lagi ke Obligasi rekap. Obligasi pemerintah ini mengandung masalah yakni stok utang yang besar, biaya bunga untuk anggaran program ini juga sangat tinggi (suku bunga obligasi bervariasi dari 10-16,5%); dan beberapa pembayaran bunga (pada apa yang disebut “obligasi lindung nilai”) dalam mata uang asing yang rawan terdepresiasi.

Obligasi rekap menyediakan sumber pendapatan utama bagi banyak bank. Dengan alasan tanpa sumber pendapatan ini mereka akan kesulitan membayar bunga atas simpanan. Karena itu peran dan tanggungjawab pemerintah dipandang sebagai keharusan, sehingga obligasi rekapitalisasi merupakan beban yang berkelanjutan bagi pemerintah. Sampai sekarang. pemerintah bebankan kepada rakyat. Enak benar ya?

Artikel ini ditulis oleh: