Beberapa warga saat melintasi jembatan bambu buatan warga yang berada di sungai Ciliwung sebagai jalan penghubung antara dua kampung Bukit Duri dan Kampung Pulo, Jakarta, Senin (2/11/2015). Para warga yang tinggal dibantaran sungai Ciliwung antara Kampung Bukit Duri dan Kampung Pulo masih memanfaatkan dan melakukan aktivitas sungai Ciliwung sehari-hari.

Jakarta, Aktual.com – Kuasa hukum tergugat satu yakni, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) cq Ditjen Sumber Daya Air cq Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, Firman Candra, mengatakan dasar hukum normalisasi Sungai Ciliwung yang sudah melewati tenggat waktu bisa diperbarui.

“Kalau hanya karena pergub-nya kedaluwarsa itu kan tidak statis, itu dinamis bisa diperbarui, bisa diamandemen, dan bisa dilakukan perubahan,” ujar dia di PN Jakpus, Bungur, Jakarta Pusat, Selasa (12/7).

“Yang pasti normalisasi ini dasar hukumnya ada. Ini cuma masalah waktunya aja,” sambungnya.

Ia menjelaskan mengenai alasan penyebab kadaluarsanya dasar hukum Pemprov DKI untuk menormalisasi Sungai Ciliwung. “Kemarin kan kita target 2015 selesai. Cuma karena ada satu dan lain hal ya mungkin faktor dari pemprovnya atau komisi hukumnya atau biro hukumnya, itu wajarlah ada keterlambatan,” tutur Firman.

Sebelumnya, kuasa hukum warg Bukit Duri, Vera WS Soemarwi mengatakan bahwa program normalisasi Sungai Ciliwung telah kadaluarsa. Dimana, program tersebut dimulai lada 4 Oktober 2012 dan berakhir pada 5 Oktober 2015.

Hal itu mengacu pada UU no2/2012 Pasal 24 jo Pergub Nomor 163/2012 pasal 3 jo 5 jo Kepgub DKI Nomor 218/2014 mengenai pelaksanaan pembangunan kepentingan umum hanya boleh selama dua tahun dengan perpanjangan satu tahun.

Dengan demikian, seharusnya Pemprov DKI dan BBWSCC menghentikan program normalisasi Sungai Ciliwung. Sayangnya, hingga kini Pemprov DKI masih ngotot untuk melanjutkan proyek normalisasi tersebut.

 

Laporan: Agung

Artikel ini ditulis oleh: