Ada dua macam kebahagiaan, yaitu kebahagiaan dangkal yang berjangka pendek (hedonic happiness), dan kebahagiaan yang bermakna (meaningful happiness). Kebahagiaan yang kedua ini adalah kebahagiaan yang paling otentik dan berjangka panjang. Kebahagiaan seperti inilah yang patut kita kejar.

Hal itu diungkapkan oleh entrepreneur intelektual atau intelektual entrepreneur Denny JA, yang lebih dikenal publik sebagai pengamat dan konsultan politik. Denny baru-baru ini menerbitkan buku berjudul “Bahagia Itu Mudah dan Ilmiah” (Penerbit KataDepan, Jakarta: 2017, 366 halaman).

Dalam buku itu, Denny mengungkap berbagai faktor yang membuat manusia bahagia. Denny merumuskan lima pola pikir dan kebiasaan untuk hidup bahagia dalam bahasa populer.

Rumusan Denny ini didasarkan pada hasil riset ilmiah, ditambah perenungan dan refleksi dari pengalaman hidup Denny sendiri. Hasil ramuan Denny itu bisa dirumuskan dengan 3P + 2S. Yaitu: Personal Relationship, Positivity, Passion (3P), plus Small Winning dan Spiritual Life (2S).

Penjelasannya, Personal Relationship artinya hubungan pribadi, hubungan interpersonal seseorang dengan orang lain dalam keluarga dan lingkungan sosialnya. Kita harus menumbuhkan semangat untuk bersahabat. Yakni, sikap yang diniatkan untuk mengakrabkan diri, menikmati hubungan sosial, mendengar, membantu, dan melewati kebersamaan dengan orang lain.

Kedua, Positivity, yaitu sikap hidup yang positif. Sikap ini selalu melahirkan perspektif yang positif. Itulah perspektif yang menumbuhkan optimisme, memberi harapan, berkarakter membantu orang lain, ceria, dan bersyukur.

Ketiga, Passion yang adalah kebiasaan melibatkan diri secara total dengan semangat sepenuh hati atas aktivitas apa pun yang kita anggap penting. Hanya dengan passion yang menyala, sejauh kegiatan itu sangat disukai, riset akademik membuktikan bahwa itu penanda awal kita akan menjalani hidup yang bermakna.

Keempat, Small Winnings atau kemenangan-kemenangan kecil. Hidup yang dipenuhi aneka kemenangan kecil akan menjadi hidup yang bergelora, hidup bersemangat.

Kelima, Spiritual Life atau hidup yang bermakna. Hidup yang bermakna itu adalah hidup yang spiritual, yang memiliki tujuan lebih besar dari sekadar kepentingan pribadi atau perolehan materi belaka.

Dari sekian faktor itu, sangat menarik untuk membahas faktor terakhir, yaitu hidup yang bermakna. Hidup yang sekadar bahagia belum tentu hidup yang bermakna. Sebaliknya hidup yang bermakna belum tentu juga hidup yang bahagia dalam jangka pendeknya.

Denny menyatakan kesimpulan itu bukan asal-asalan, namun berdasarkan hasil riset ilmiah. Adalah Roy F. Baumeister yang memublikasikan riset tentang itu pada 2013. Baumeister mensurvei 400 responden selama tiga kali dalam waktu selang beberapa minggu.

Ia mengeksplorasi jenis kegiatan dan pilihan hidup responden. Lalu ia mengkorelasikan antara respon responden dengan level of happiness dan derajat hidup yang bermakna. Ia menemukan hasil yang menakjubkan, bahwa memang ada korelasi positif antara hidup bermakna dan hidup bahagia.

Namun, Baumeister juga menemukan hal lain. Banyak kegiatan yang membuat hidup bahagia tetapi ternyata dianggap kurang bermakna. Sebaliknya, ada juga kegiatan bermakna walau kurang membuat bahagia.

Denny menuturkan, berbagai kegiatan yang umumnya hanya memberi kesenangan jangka pendek dianggap kurang bermakna. Pesta ke sana ke mari setiap minggu, misalnya, dianggap cukup membuat bahagia. Namun, kegiatan itu dianggap kurang bermakna.

Kegiatan mendidik dan membesarkan anak, terutama ketika mereka remaja, dianggap kurang membahagiakan orang tua. Namun, tindakan membesarkan anak itu dianggap sangat bermakna.

Nah, dari sinilah lalu muncul dua jenis kebahagiaan itu. Hedonic happiness adalah kebahagiaan paling dangkal dan berjangka pendek, yang diperoleh hanya dengan memenuhi kebutuhan bersenang-senang dan lepas dari tekanan.

Sedangkan meaningful happiness adalah yang paling otentik dan berjangka panjang. Kebahagiaan ini lahir karena individu yang bersangkutan terlebih dahulu memiliki sense of purpose, meaning of life dalam hidupnya.

Kebahagiaan jenis kedua ini bahkan mungkin saja dilalui dengan penderitaan terlebih dahulu karena perjuangan gagasannya. Misalnya, tokoh pejuang anti-apartheid Nelson Mandela (yang dipenjara puluhan tahun di Afrika Selatan), atau Martin Luther King (pejuang anti-diskriminasi warga kulit hitam di Amerika Serikat).

Dari buku karya Denny ini memang banyak hal menarik tentang kebahagiaan yang bisa kita pelajari. Bedanya dangan para “motivator” lain, Denny sangat mengandalkan dan percaya pada hasil kajian ilmiah. Jadi, berbagai butir pemikiran yang muncul di bukunya betul-betul bukan dari sekadar spekulasi atau hasil renungan, tetapi selalu ada landasan risetnya. ***

Artikel ini ditulis oleh: