Ketua KPK, Firli Bahuri (kiri).

Jakarta, Aktual.com – Dewas KPK memastikan tidak ada dugaan pelanggaran kode etik terkait pertemuan antara Ketua KPK Firli Bahuri dengan Gubernur Papua Lukas Enembe di Papua pada November 2022.

“Pertemuan antara pimpinan KPK dengan tersangka (Lukas Enembe), saya pikir kalau memang melaksanakan tugasnya, tentu tidak merupakan pelanggaran etik, kita harus juga melihat ‘mens rea’-nya apa,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat konferensi pers “Capaian dan Kinerja Dewas KPK Tahun 2022” di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Senin (9/1).

Saat itu, Firli bersama tim penyidik KPK menemui Lukas Enembe di kediamannya di Kota Jayapura, Papua dalam rangka pelaksanaan tugas terkait penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe.

Selain itu, tim yang terdiri atas dokter KPK dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu juga menemui Lukas Enembe untuk pemeriksaan kesehatan.

Dalam pertemuan itu, kata dia, juga dilakukan terbuka yang turut dihadiri oleh aparat keamanan dan juga media.

“Tetapi kalau pertemuan itu adalah mengatur perkara tentu itu melanggar etik tetapi kalau dalam melaksanakan tugasnya dan bersama-sama dengan tim, anggota timnya juga ada bersama-sama dengan orang lain juga ada di situ, masa melanggar etik? media juga ada di situ, ya tidak mungkin dong melanggar etik,” ujar Tumpak.

Oleh karena itu, kata dia, Dewas KPK tidak mengklarifikasi soal pertemuan Firli dengan Lukas Enembe tersebut.

“Saya juga mendapat laporan itu Firli katanya ketemu dengan Gubernur Papua, aku bilang, ‘lho dia kan bertemu di sana dalam rangka pelaksanaan tugas mengecek kesehatannya bersama dokter dan juga bukan dia sendiri’. Ada juga situ aparat keamanan yang lain, ada juga pers di situ. Saya pikir tidak ada pelanggaran etik sehingga dewas tidak melakukan klarifikasi terhadap itu,” tuturnya.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Lukas Enembe bersama Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua.

Tersangka Rijatono Lakka diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp1 miliar setelah terpilih mengerjakan tiga proyek infrastruktur di Pemprov Papua, yakni proyek “multiyears” peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar, proyek “multiyears” rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar, dan proyek “multiyears” penataan lingkungan venue menembak “outdoor” AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

KPK juga menduga tersangka LE telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. Saat ini, KPK sedang mengembangkan lebih lanjut soal penerimaan gratifikasi itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu