Jakarta, Aktual.com — Dua kubu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berencana menggelar Muktamar Islah paling lambat April 2016.

Muktamar Islah merupakan hasil keputusan Mahkamah Partai (MP) PPP pasca Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mencabut Surat Keputusan (SK) kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya, serta belum diterbitkannya SK Muktamar Jakarta.

Menangapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP hasil Muktamar Jakarta, Achmad Dimyati Natakusuma mengatakan bahwa tidak ada Muktamar Islah, sebab membutuhkan biaya besar.

Dimyati menilai keputusan menggelar Muktamar Islah adalah penghinaan terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah menyatakan bahwa Muktamar Jakarta sebagai kepengurusan PPP yang sah dihadapan hukum.

“Itu (Muktamar Islah) hanya siasat tipu muslihat untuk tidak melakukan putusan MA, untuk melakukan contempt of court (penghinaan terhadap pengadilan),” ujar Dimyati di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/1).

Muktamar Islah bukanlah solusi untuk mempersatukan PPP. Sebab, apabila nantinya salah satu kubu ketua umumnya tidak terpilih, maka akan ribut kembali.

“Kalau mau islah ayo rekonsiliasi. Muktamar itu berantem lagi, yang tidak jadi Ketum ribut lagi, Romy (Ketum DPP PPP Muktamar Surabaya) kalah ribut lagi. Saya melihat ya Muktamar Bandung expired. Kalau balik lagi ke Muktamar Bandung, contempt (penghinaan) juga,” ungkapnya.

Dimyati mengaku tidak mengetahui adanya kader dari pihak Muktamar Jakarta, yakni Epyardi Asda dan Fernita Darwis mendukung Muktamar Islah tersebut. Dia menduga, mereka berdua hanya mengejar jabatan.

“Tidak tahu saya. Semua orang mungkin ingin jadi Ketua Umum (Ketum), ingin jadi pengurus atau lain sebagainya. Itu sah-sah saja kalau ingin seperti itu,” katanya.

Anggota Komisi I DPR ini menegaskan, pihaknya baru menyetujui Muktamar Islah apabila putusan MA terkait kepengurusan Muktamar Jakarta dengan Ketum Djan Faridz dan Sekjen dirinya, disahkan oleh Menkumham yang ditandai dengan dikeluarkannya SK kepengurusan Muktamar Jakarta.

“Gitu tidak sulit kan. Di satu sisi putusan MA dilaksanakan, sifatnya kan wajib dan mengikat,” tegasnya.

Pihaknya akan terus mendesak Menkumham untuk mengeluarkan SK kepengurusan Muktamar Jakarta, dengan kembali mendatangi Menkumham untuk menanyakan kekurangan syarat administrasi apa yang dibutuhkan Menkumham untuk mengeluarkan SK.

“Kemarin kan mau nanya ke pak menteri, tapi pak menterinya ada di istana. Nanti ini akan menyampaikan kepada kami seperti apa, baru langkah kami seperti apa,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh: