Praktisi hukum, Pemerhati Masalah Sosial Budaya, Hukum, Politik dan Sejarah Bangsa, Agus Widjajanto bersama Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), Mompang L. Panggabean. Aktual/DOK PRIBADI

Jakarta, aktual.com – Kasus perebutan pengelolaan Apartemen One Kumalas di daerah krobokan Denpasar Bali, jadi berita nasional dimana saling lapor polisi dan saling gugat akan terjadi, dimana Budiman Tiang telah dilaporkan di Polda Bali, dan ditangani oleh Reskrimum Polda Bali berdasarkan Laporan polisi tanggal 28 Nopember 2024, dalam nomor LP/B/827/XI/2024/Spkt/Polda Bali atas laporan dari PT S.U.P melalui direktur nya Charles Siringo ringo. Dalam sengketa proyek pembangunan One Kumalas, di daerah krobokan, Budiman Tiang ditahan tanggal 13 mei 2025 berdasarkan penetapan tersangka pada tgl 25 maret 2025. Yang mana Budiman Tiang sendiri adalah korban dan sudah melalukan gugatan perdata di pengadilan negeri denpasar, dengan nomor register: 687/Pdt.G/2025/pn Dpn. Yang sebetul nya merupakan perkara keperdataan.

Untuk itu media telah menghubungi dan minta pendapat dari praktisi hukum dan pengamat sosial politik serta kolumnis Agus Widjajanto di Jakarta yang juga dikenal sebagai Pengacara tetap nya Tommy Soeharto, minta pedapat hal tersebut yang menimpa Budiman Tiang, Agus menyatakan bahwa dalam kasus dilaporkan nya Budiman Tang sebenarnya bisa diselesaikan melalui Restorative justice, bahwa dalam kasus seperti itu sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA nomor 4 tahun 1980) serta surat edaran MA nomor 4 tahun 2021 yang pada intinya memerintahkan:

Surat Edaran Mahkamah Agung yang relevan dengan sengketa perdata dan pidana adalah Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 1980. Surat edaran ini menyebutkan bahwa perkara perdata harus diputus terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan penuntutan pidana. Hal ini berarti bahwa jika terdapat sengketa perdata yang terkait dengan perkara pidana, maka sengketa perdata tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum proses perkara pidana dilanjutkan

Dalam praktiknya, hal ini ditingkat penuntutan akan di hentikan sambil menunggu putusan perdarta yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun, perlu diingat bahwa setiap kasus memiliki keunikan tersendiri dan penanganan yang tepat dapat bergantung pada berbagai faktor. Tergantung dari cara penanganan dalam penyidikan, namun berdasar negara hukum harus mengacu pada aturan Due Proccess of Law sebagai acuan dalam proses pidana ditingkat penyidikan.

Selain itu, Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan surat edaran lain yang terkait dengan penanganan perkara pidana, seperti Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penerapan Beberapa Ketentuan dalam Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2021 yang membahas tentang putusan perkara pidana karena melakukan tindak pidana.

Jadi dalam praktek hukum acara biasanya harus diuji terlebih dahulu dalam peradilan perdata hingga mempunyai kekuatan hukum yang pasti, baru proses penyidikan pidana bisa diproses lebih lanjut apabila dalam putusan perdata tersebut mendukung laporan polisi, ujar Agus yang juga kandidat Doktor hukum dari Universitas Padjajaran Bandung.