Jakartaa, Aktual.com – Sidang perdana pembacaan dakwaan terhadap Azam Akhmad Akhsya, mantan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat menarik untuk diperhatikan karena melibatkan sejumlah nama. Pada dakwaan itu, Azam didakwa pasal gratifikasi, pemerasan hingga suap senilai Rp 11,7 miliar bersama-sama dengan pengacara korban investasi bodong robot trading Fahrenheit.

JPU R. Alif Darmawan memaparkan, Azam yang merupakan eks Kejari Jakarta Barat mengambil uang senilai Rp 11,7 miliar itu secara paksa dari barang bukti kasus investasi robot trading Fahrenheit yang dikembalikan kepada korban. Sebagai JPU kasus tersebut ketika itu, Azam telah menyalahgunakan wewenang dengan memeras untuk menguntungkan diri sendiri hingga menerima suap dan bersama-sama dengan pengacara untuk mengambil uang korban.

“Terdakwa (Azam) menerima uang dari saksi Oktavianus Setiawan, saksi Bonifasius Gunung, dan saksi Brian Erik First Anggitya (ketiganya pengacara korban investasi robot trading Fahrenheit) melalui rekening BNI Cabang Dukuh Bawah atas nama Andi Rianto dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 11,7 miliar,” kata JPU Alif ketika membacakan dakwaan terhadap Azam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta pada pekan lalu.

JPU Alif bercerita, kasus ini bermula ketika Azam menangani perkara investasi bodong yang menjerat Hendry Susanto pada 15 Juli 2022. Dalam kasus ini ada 30 barang bukti berbentuk uang dalam pecahan dolar Singapura, ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan rupiah senilai puluhan miliar rupiah. Di sisi lain, terdapat sejumlah pengacara yang mewakili beberapa kelompok korban investasi bodong.

Semisal, Bonifasius Gunung yang menjadi pengacara Wahyu selaku koordinator 68 korban dengan nilai kerugian sekitar Rp 39 miliar lebih. Kepada Bonifasius, Wahyu menjanjikan komisi sekitar 50% dari hasil yang diterima apabila kasusnya berhasil dimenangkan.

Lalu, ada pula Oktavianus Setiawan yang merupakan pengacara 761 korban investasi bodong robot trading Fahrenheit. Para korban ini tergabung dalam kelompok Solidaritas Investor Fahrenheit dengan nilai kerugian sekitar Rp 262 miliar. Seperti Bonifisius, Oktavianus pun dijanjikan komisi 50% apabila berhasil memenangi perkara tersebut.

Di luar perwakilan resmi itu, Oktavianus justru membuat paguyuban fiktif untuk korban investasi bodong tersebut. Dinamai paguyuban Bali dan seakan-akan pengacara dari 137 korban investasi bodong itu. Akibat perbuatan Azam bersama-sama Bonifisius dan Oktavianus, kerugian dalam perkara ini mencapai Rp 80 miliar.

Selanjutnya, untuk Brian Erik First Anggitya yang merupakan kuasa hukum dari 60 korban yang berdomisili di Jawa Timur, kerugiannya disebut mencapai Rp 8 miliar lebih. Dari sini, Azam disebut mendesak Bonifasius memanipulasi pengembalian uang milik korban yang menjadi barang bukti dari sekitar Rp 39 miliar lebih menjadi sekitar Rp 49 miliar lebih.

Dari angka itu, Azam disebut meminta jatah Rp 3 miliar dari kelebihan Rp 10 miliar tersebut. Karena desakan itu, Bonifasius terpaksa memberikan bagian Azam lantaran khawatir korban investasi robot trading Fahrenheit tidak memperoleh dananya.

Sedangkan, Oktavianus setuju memanipulasi pengembalian bukti pagutuban Bali yang seolah-olah diwakili sekitar Rp 18 miliar. Dari angka ini, Azam meminta bagiannya Rp 8,5 miliar. Seperti Bonifasius, Oktavianus pun khawatir para korban yang menjadi kliennya tidak mendapatkan dananya kembali apabila tidak memenuhi permintaan Azam.

Sementara kepada Brian, Azam meminta komisi 15% dari nilai uang korban yang dikembalikan, yakni Rp 250 juta. Tapi akhirnya disetujui menjadi Rp 200 juta. Dari semua angka ini, Azam menerima uang total senilai Rp 11,7 miliar. Karena perbuatannya itu, jaksa menjerat Azam dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B ayat (1) atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.