Banyak jasa yang telah dilakukan Dr Sardjito untuk meningkatkan kesehatan masyarakat mulai dari penyelidikan penyakit kolera, disentri, lepra, tifus, meneliti influenza, diabetes mellitus, dan lainnya.
Atas jasa-jasanya, ia menerima berbagai penghargaan antara lain penghargaan istimewa dari Pemerintah RI atas jasa-jasa yang besar untuk pembangunan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (tahun 1951).
Mendapat Bintang Gerilya atas jasanya di dalam perjuangan bergerilya, pembela kemerdekaan Indonesia (tahun 1958), mendapat Bintang Mahaputra tingkat III dan menerima Bintang Kehormatan Keilmuan dari Uni Soviet (tahun 1960).
Selain itu, Bintang Satya Lancana peringatan perjuangan kemerdekaan dan Bintang Satya Lancana Karya Satya (tahun 1961) dan Bintang Mahaputra tingkat II secara Anumerta (tahun 1973).
Dr Sardjito meninggal di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada 6 Mei 1970 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kusumanegara.
Kiai Haji Abdul Kahar Mudzakkir lahir di Kampung Gading Selatan, Kota Yogyakarta, 16 April 1907. Ia wafat pada 1 Desember 1973 dan dimakamkan di Pemakaman Boharen Purbayan, Kotagede.
Pada periode 1920-1930an atau saat K.H. Abdul Kahar Mudzakkir menuntut ilmu di Universitas Al Azhar maupun di Universitas Darul Ulum, ia aktif memperkenalkan Indonesia sekaligus menggalang dukungan bagi kemerdekaannya, melalui berbagai organisasi yang diikuti seperti Gerakan Pelajar Indonesia maupun Perhimpunan Indonesia di mana ia bahkan pernah ditunjuk sebagai ketuanya.
Perjuangan Indonesia untuk merebut kemerdekaannya juga disebarkan melalui tulisan-tulisannya di berbagai artikel surat kabar yang terbit di Mesir maupun melalui Muktamar Islam Internasional di mana ia menjadi satu-satunya wakil Asia Tenggara.
Setelah menyelesaikan studinya di Mesir, K.H. Abdul Kahar Mudzakkir berkiprah di bidang dakwah dan pendidikan melalui Muhammadiyah.
Aktivitas politik untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang telah dilakukannya sejak berada di Mesir terus dilanjutkan di Indonesia dengan aktif dalam Partai Islam Indonesia.
Aktivitas politiknya dan kemudian dipicu oleh keikutsertaan K.H. Abdul Kahar Mudzakkir dalam Pameran Kebudayaan Islam di Tokyo Jepang membuatnya diasingkan ke Garut dan kemudian ditahan di Nusakambangan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pada masa Jepang, perjuangan untuk mencapai cita-cita Indonesia terus dilanjutkan oleh K.H. Abdul Kahar Mudzakkir dengan menjadi komentator luar negeri di radio militer Jepang dan kemudian menjadi kepala Kantor Urusan Agama.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin